MAKALAH
TEORI-TEORI
KEPRIBADIAN DAN PSIKOLOGI KLINIS
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“PSIKOLOGI KLINIS”
Dosen Pengampu :
Arman Marwing, S.pd Ma
Disusun Oleh:
1. Amidana Hikmah : (2833133005)
2. Fatmawati Ramadhani :
(2833133019)
3. Ilham Prihatmaja :
(2833133021)
4. Ibrahim Hasan :
(2833133022)
Fakultas Ushuluddin
Adab dan Dakwah
Jurusan Tasawuf
Psikoterapi 5-A
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
(IAIN)
TULUNGAGUNG
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan
puji syukur kehadirat Alloh SWT karena berkat kelimpahan rahmat serta
inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori-Teori
Kepribadian dan Psikollogi Klinis” ini
dengan lancar. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman Jahiliyah menuju zaman
Islamiyah.
Kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, maka penulis mengucapkan
terima kasih, kepada:
1.
Dr. Mafthukin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang telah memberikan kesempatan untuk kami menimba ilmu
di IAIN Tulungagung ini.
2.
Arman Marwing, S.pd Ma selaku
Dosen Pembimbing matakuliah ESQ Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang telah memberikan pengarahan sehingga
penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
3.
Semua pihak yang telah membantu penulis untuk
menyelesaikan makalah.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan kepada
penulis pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.
Tulungagung,
04 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ....................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.....................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.....................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah................................................................................
1
C. Tujuan
1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian,
Tujuan Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis.... 1
B. Konsep
Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis...................... 4
C. Penerapan
Teori-Teori Kepribadian dalam Penanganan Klinis.......... 12
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................. 15
DATAR
PUSTAKA......................................................................................... iv
Ket:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi Klinis merupakan bagian
dari keilmuan dalam Ilmu Psikologi yang menekankan pada diagnosis, gangguan,
dan penyembuhan dalam permasalahan-permasalahan Psikologis, seperti perilaku
Abnormal, gangguan kejiwaan, perilaku patologis, dan yang lainnya. Gangguan
jiwa yang terjadi pada diri seseorang dapat disembuhkan melalui beberapa
pendekatan. Pendekatan itu menggunakan beberapa cara dari tokoh-tokoh psikologi
dengan konsep dan metode yang sudah diterapkannya. Misalnya pendekatan
Psikoanalisa, Behavior, Humanis, dan yang lainnya.
Teori-teori
kepribadian sangat membantu kinerja psikolog klinis. Psikolog dapat mengetahui
bagaimana gangguan itu terjadi, makna dari gangguan itu sendiri dan mencarikan
jalan untuk menyembuhkan gangguan tersebut. Pada diri seseorang yang mengalami
gangguan jiwa dapat diketahui aspek-aspek kepribadian mana yang masih stabil
melalui teori-teori kepribadian.
B.
Rumusan Masalah
1. Jelaskan
pengertian normal dan abnormal dalam psikologi klinis!
2. Bagaimana
teori kepribadian sehat menurut teori-teori kepribadian dan psikologi klinis?
3. Bagaimana
konsep analisis gangguan jiwa dari teori-teori kepribadian dan psikologi
klinis!
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian normal dan abnormal dalam psikologi klinis
2. Untuk
mengetahui pembahasan teori kepribadian sehat menurut teori-teori kepribadian
dan psikologi klinis.
3. Untuk
mengetahui konsep analisis gangguan jiwa dari teori-teori kepribadian dan
psikologi klinis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Normal dan Abnormal dalam Psikologi Klinis
Psikologi klinis
menggunakan beberapa istilah dalam penyebutan gangguan jiwa, misalnya psikologi abnormal, perilaku
maladaptif, gangguan mental, gangguan emosional, psikopatologi, disfungsi
psikologis, sakit mental, gangguan perilaku, dan gila. Dari semua penyebutan
nama itu, pada hakikatnya adalah untuk membedakan antara normal dan abnormal
dalam psikologi klinis. Akan tetapi, psikologi klinis lebih sering memakai
gangguan jiwa sebagai penyebutan abnormal.
Gangguan
jiwa tidak jauh berbeda dengan penyakit fisik lainnya, hanya saja gangguan jiwa
dapat dikategorikan tingkat keparahannya. Gangguan jiwa memiliki tiga
pengertian, yaitu:
1. Menyimpang dari standar kultural
dalam masyarakat.
Abnormal
sebagai justifikasi yang diterapkan pada perilaku yang tidak sesuai atau
menyimpang dari harapan-harapan sosial. Tidak ada yang dinamakan abnormal jika
masyarakat menerimanya. Dapat diartikan bahwa sebenarnya tidak ada masyarakat
yang sakit, karena ukuran sehat ada pada masyarakat.
2. Ketidakmampuan menyesuaikan diri
Abnormal
adalah perilaku yang maladaptif ketika individu berada dalam kondisi atau
situasi yang menuntutnya melakukan tindakan menyesuaikan diri dengan baik. Mal=
tidak, rusak; adaptation= sesuai, kesesuaian. Dalam hal ini, apa yang disebut dengan
situasi adalah situasi yang pada umumnya orang tidak sukar untuk menyesuaikan
diri, tetapi bagi penderia ternyata sulit.
3. Menyimpang secara statistik, violasi
atau norma social
Kriteria
kecerdasan dapat menentukan normal atau abnormalnya seseorang. Taraf kecerdasan
antara 90 sampai 110 adalah kecerdasan orang pada umumnya. Kurang dari 90
termasuk rendah dan diatas 110 termasuk memiliki kecerdasan tinggi. Orang yang
taraf kecerdasannya antara 90 sampai 110 adalah orang yang kecerdasannya
tergolong normal. Di bawah 90 adalah abnormal atau subnormal. Di atas 110 juga
dinamakan abnormal namun bukan sub melainkan diatas normal atau above average
selanjutnya superior.[1]
B.
Kepribadian Sehat Menurut Teori-Teori Kepribadian
dan Psikologi Klinis
Seseorang
yang normal memiliki kepribadian yang sehat. Kepribadian yang sehat dapat
dilihat dari konsep manusia secara keseluruhan. Beberapa konsep manusia yang
dilihat dari kepribadiannya terpaparkan oleh teori-teori kepribadian, yaitu
psikoanalisa, behavior, dan humanism.
Manurut Gordon W. Allport (Calvin S. Hall
dan Gardner Lindzey, 2005) “kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya”.
Sedangkan sehat adalah suatu keadaan
yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
lingkungan internal (psikologis, intelektual, spiritual dan penyakit) dan
eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.
Jadi kepribadian sehat adalah organisasi dinamis dalam diri individu
yang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
internal dan eksternal.
Dalam psikologi kepribadian dikenal
berbagai macam mahzab serta teori-teori tentang kepribadian. Namun ada tiga
teori tentang keribadian sehat yaitu Psikoanalisa, Behavioristik, dan
Humanistik.
1)
Kepribadian Sehat Psikoanalisa
Dari
anggapan Freud bahwa kesadaran hanyalah sebagian kecil dari pada seluruh
kehidupan psikis. Freud memisahkan psyche itu sebagai gunung
es ditengah lautan, yang ada diatas permukaan laut itu menggambarkan kesadaran,
sedangkan yang dibawah permukaan air laut menggambarkan ketidak sadaran.
Didalam kesadaran-kesadaran terdapat ketakutan-ketakutan dasar yang mendorong
pribadi.
Teori Psikologi Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri
manusia terdapat suatu energi psikis yang sangat dinamis yaitu Id,
Ego dan Super Ego dengan Id merupakan bagian palung primitif dalam kepribadian,
Ego merupakan bagian “eksekutif” dari kepribadian, ia berfungsi secara rasional
berdasakan prinsip kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara
realistis,yaitu dimana Ego berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang
ingin dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan dan Super Ego merupakan gambaran
internalisasi nilai moral masyarakat yang diajarkan orang tua dan
lingkungan seseorang. Pada dasarnya Super Ego merupakan hati nurani seseorang
dimana berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau salah. Karena
itu Super Ego berorientasi pada kesempurnaan.
Freud
juga membagi aktivitas mental individu dalam beberapa tingkatan berdasarkan sejauhmana
individu menyadari gejala-gejala psikis yang timbul, yaitu :
a) Tingkat sadar atau kesadaran (conscious
level). Pada tingkat ini aktivitas mental dapat disadari setiap saat
seperti berpikir, persepsi, dan lain-lain.
b) Tingkat prasadar (preconscious
level). Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala psikis yang
timbul bias disadari hanya apabila individu memperhatikannya, misalnya memori,
pengetahuan-pengetahuan yang telah dipelajari, dan lain-lain.
c) Tingkat tidak disadari (unconscious
level). Pada tingkat ini aktivitas mental dan gejala-gejala psikis tidak
disadari oleh individu. Gejala-gejala ini muncul misalnya dalam
dorongan-dorongan immoral, pengalaman-pengalaman yang memalukan,
harapan-harapan yang irasional, dorongan-dorongan seksual yang tidak sesuai
dengan norma masyarakat, dan lain-lain.
Kepribadian
yang baik menurut psikoanalisis adalah jika individu bergerak menurut pola
perkembangan yang ilmiah. Belajar mengatasi tekanan dan kecemasan, serta
keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego.
2).
Kepribadian Sehat Behavioristik
Behaviorisme
merupakan sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh J.B. Watson. Sama
halnya dengan psikoanalisis, behaviorisme juga merupakan aliran yang
revolusioner, kuat dan berpengaruh serta memiliki akar sejarah yang cukup
dalam. Selain Watson ada beberapa orang yang dipandang sebagai tokoh
behaviorsime, diantaranya adalah Ivan Pavlov, E.L. Thorndika, B.F. Skinner,
dll. Namun demikian bila orang berbicara kepribadian atas dasar orientasi
behevioristik maka nama yang senantiasa disebut adalah Skinner mengingat dia
adalah tokoh behaviorisme yang paling produktif dalam mengemukakan gagasan dan
penelitian, paling berpengaruh, serta paling berani dan tegas dalam menjawab
tantangan dan kritik-kritik atas behaviorisme
Teori
behavioristik adalah proses belajar serta peranan lingkungan yang merupakan
kondisi langsung belajar dalam menjelaskan perilaku dan semua bentuk tingkah
laku manusia. Pavlov, Skinner, dan Watson dalam berbagai eksperimen mencoba
menunjukkan betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku. Semua
tingkah laku termasuk tingkah laku yang tidak dikehendaki, menurut mereka,
diperoleh melalui belajar dari lingkungan.
Namun perlu di sadari bahwa
kelemahan dari Behavioristik adalah dalam teori clasical
conditioning, manusia disamakan dengan “hewan” dan dalan operan
conditioning manusia dianggap sebagai “robot” yang dapat dikondisikan
sehingga manusia dapat di program. Dalam teori-teori ini manusia dianggap
sebagai satu kesatuan yang sama. Pada kenyataannya manusia adalah mahluk yang
unik (Teori Humanistik). Maka untuk mengetahui keseluruhan tentang kepribadian
sehat kita tetap perlu mengetahui tentang teori Humanistik.
3). Kepribadian Sehat Humanistik
Humanistik
mulai muncul sebagai sebuah gerakan besar psikologi dalam tahun 1950-an.
Aliran Humanistik merupakan konstribusi dari psikolog-psikolog terkenal seperti
Gordon Allport, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
Menurut
aliran humanistik kepribadian yang sehat, individu dituntut untuk mengembangkan
potensi yang terdapat didalam dirinya sendiri. Bukan saja mengandalakan
pengalaman-pengalaman yang terbentuk pada masa lalu dan memberikan diri untuk
belajar mengenai suatu pola mengenai yang baik dan benar sehingga menghasilkan
respon individu yang bersifat pasif.
Ciri
dari kepribadian sehat adalah mengatualisasikan diri, bukan respon pasif buatan
atau individu yang terimajinasikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu.
Aktualisasi diri adalah mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi setiap
individu, karena setiap individu memiliki hati nurani dan kognisi untuk
menimbang-nimbang segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Humanistik
menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk
menyatakan diri. Bagi ahli-ahli psikologi humanistik, manusia jauh lebih banyak
memiliki potensi. Manusia harus dapat mengatasi masa lampau, kodrat biologis,
dan ciri-ciri lingkungan. Manusia juga harus berkembang dan tumbuh melampaui
kekuatan-kekuatan negatif yang secara potensial menghambat.
Gambaran
ahli psikologi humanistik tentang kodrat manusia adalah optimis dan penuh
harapan. Mereka percaya terhadap kapasitas manusia untuk memperluas, memperkaya,
mengembangkan, dan memenuhi dirinya, untuk menjadi semuanya menurut kemampuan
yang ada. Aliran Humanistik juga memfokuskan diri pada kemampuan manusia untuk
berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya guna
meraih potensi maksimal. Manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan
perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan
perilaku mereka.[2]
C. Analisis Gangguan Jiwa Teori-Teori
Kepribadian dan Psikologi Klinis
Pada
kasus gangguan jiwa, analisis terhadap gangguan tersebut menurut antar teori kepribadian
memiliki perbedaan. Beberapa analisisnya yaitu:
1)
Pendekatan Psikoanalisa
Pada
kasus gangguan jiwa, interview yang dilakukan pada pendekatan psikoanalisa
bertujuan untuk mengungkap hal-hal yang tersembunyi dan tak sadar, yaitu
pengalaman-pengalaman masa lalu yang traumatic atau yang menimbulkan fiksasi.
Hal itu dapat dilakukan dengan menggali pengalaman-pengalaman apa yang pernah
terjadi dan memungkinkan dia mengalami konflik taksadar dan menyebabkan ia
berperilaku demikian.
Pendekatan
psikoanalisis, suatu symptom adalah manifestasi dari suatu defense yang
berkembang dalam individu yang bersangkutan. Pada kasus gangguan jiwa, dia
mengalami perilaku sering menyendiri dan acuh, defense yang dilakukannya
yaitu menghindar. Dengan latar belakang pemikiran psikodinamik, psikolog akan
menggunakan tes proyeksi yang mengungkap konflik intrapsikis yang terjadi pada
penderita gangguan jiwa dan hal-hal apa
yang direpresi.
2)
Pendekatan Belajar
Pendekatan
belajar, memahami bahwa gangguan jiwa merupakan respons yang tidak cocok (inappropriate)
yang terbentuk melalui belajar dan dapat bertahan dan dapat bertahan karena
adanya penguat yang mempertahakannnya. Dalam interview, tidak perlu digali
peristiwa-peristiwa dimasa lampau dan konflik-konflik yang tidak disadari
seperti halnya pendekatan dalam psikoanalisis.
Pendekatan
belajar mementingkan memahami dan menyembuhkan suatu symptom adalah keadaan
masa kini yang langsung mencetuskan symptom tersebut. Suatu symptom hanya
diperhatikan kuantitasnya, apakah berlebihan (exess) atau kekurangan (deficit).
Oreientasi
belajar dalam pendekatan dan penyembuhan gangguan jiwa didasarkan atas
teori-teori belajar, antara lain prinsip-prinsip kondisioning klasik,
kondisioning operan, dan belajar social. Untuk pendekatan belajar dapat
digunakan skema (dalam Kanfer & Philips , dalam Suwondo, 1980).
|
S = stimulus
O = organisme
R = respon
C = consequence, akibat
C = contingency, kedekatan
Terapi
yang digunakan diantaranya yaitu behavior therapy, dengan tehnik conditioning.
Gangguan jiwa denagn pendekatan belajar dilakukan dengan penggambaran yang
lebih konkret perilaku apa saja yang dimunculkan, berapa kali respon-respon
yang taksesuai dengan harapan tersebut muncul, apakah perilaku itu terjadi
dalam suatu konteks tertentu , apakah ia menerima semacam imbalan.
3) Pendekatan
Humanistik
Pendekatan
humanistic melakukan beberapa terapi dalam beberapa kasusnya dengan client
centered atau person center therapy. Beberapa tokohnya yaitu maslow yang
menggunakan konsep aktualisasi diri pada diri setiap orang, Rogers yang
menggunakan konsep empati pada proses konseling. Pada kasus gangguan jiwa,
dalam analisis humanistic menyatakan bahwa penyesuaian diri begitu kurang pada
penderita diinterpretasi sebagai kemungkinan manifestasi dari kebutuhannya
untuk penghargaan diri keluarga yang barangkali kurang terpenuhi (Maslow), atau
keadaan incongruency kepribadian Rogers karena lingkungan rumah atau
lingkungan sosialnya kurang menerima keberadaan diri penderita.
Kurangnya
kesempatan bagi penderita untuk mengaktualisasikan diri juga merupakan salah
satu kemungkinan penyebab perilaku gangguan jiwa
4) Pendekatan Sosiokultural
Pendekatan
sosiokultural beranggapan bahwa gangguan jiwa muncul bukan dari dalam diri
penderita, akan tetapi karena kondisi lingkungan , khususnya lingkungan social
dan kultural. Kemungkinan besar resiko labelling diterima oleh penderita
sebelum mengalami gangguan, karena penderita tidak dapat menyesuaikan diri
denagn kondisi lingkungan. Tuntutan dari lingkungan sangat berdampak kurang
baik pada kondisi psikologis penderita. Dalam keadaan extream, seseorang dapat
dikatakan “gila”. Gruenberg (dalam Millon, 1973) yang memberi nama “Social
Breakdown Syndrome” sebagai istilah yang sesuai dengan gangguan jiwa,
karena sebetulnya yang menganggap seseorang terganggu adalah lingkungan
sosialnya.
Kurt
Haas (1979) pada pendekatan sosiokultural menjelaskan bahwa penyebab perilaku
abnormal antara lain perubahan sosial, kemiskinan, deskriminasi, pengangguran,
yang merupakan hal-hal yang sulit diatasi. Penyakit jiwa adalah manifestasi
personal dari suatu penyakit dan stress dalam masyarakat. penanganannya adalah
tindakan-tindakan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang bertujuan
menciptakan masyarakat yang lebih andil dan lebih sehat.
Pendekatan
komunitas yang merupakan salah satu bidang spesialisasi psikologi klinis,
sedikit banyak akan memperhatikan penyebab tingkah laku abnormal sebagaimana dikemukakan dalam pendekatan
sosiokultural, karena itu upaya yang diutamakan adalah upaya preventif
(mencegah terjadinya gangguan jiwa) dan promotif (memajukan kesehatan jiwa),
serta pemberdayaan masyarakat setempat dalam komunita itu sendiri.
Interview
dan observasi dalam pendekataan ini diarahkan terutama keluar diri individu
yang bermasalah, misalnya dibahas lebih detail lingkungan tempat tinggal, norma
masyarakat yang tinggal disekitar individu, keadaan ekonomi dan sosial
keluarga, berikut dengan tekanan-tekanan yang dialaminya, pekerjaan orang tua,
penggunaan waktuluan pada subjek yang bermasalah.
BAB
II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori-teori kepribadian sangat
membantu kinerja psikolog klinis. Psikolog dapat mengetahui bagaimana gangguan
itu terjadi, makna dari gangguan itu sendiri dan mencarikan jalan untuk
menyembuhkan gangguan tersebut. Pada diri seseorang yang mengalami gangguan
jiwa dapat diketahui aspek-aspek kepribadian mana yang masih stabil melalui
teori-teori kepribadian.
Terdapat
pendekatan psikoterapi yang mengacu pada teori-teori kepribadian dan psikologi
klinis, yaitu psipsikoanalisa, behavioristic, dan psikoterapi sosio kultural.
B.
Saran
Seorang terapis harus memahami teori-teori
kepribadian sebelum melakukan penanganan klinis. Karena, terapis nantinya juga
harus memilih teori mana yang tepat untuk permasalahan yang sedang dialami
klien. Semoga bagi pembaca dapat memberikan masukan untuk kesempurnaan dari
makalah ini. Khususnya mahasiswa tasawuf psikoterapi agar mampu mengaplikasikan
teori-teori kepribadian dan psikologi klinis dalam terapi. Makalah ini sebagian
kecil pengetahuan yang dapat dijadikan tambahan pengetahuan untuk lebih
memahami tentang teori-teori kepribadian dan psikologi klinis sebagai keilmuan
terapan yang dapat dimanfaatkan.
[1] http://dika-anandya-fpsi13.web.unair.ac.id/artikel_detail-107661-DIKA%20ANANDYA%20AZHARI-Normal%20dan%20Abnormal%20Psikologi%20Klinis.html
[2]
https://blograme.wordpress.com/2013/03/31/teori-kepribadian-sehat-menurut-aliran-humanistik-aliran-psikoanalisis-dan-aliran-behavioristik/
diakses pukul 05.01 Tanggal 08 november 2015
DAFTAR
PUSTAKA
M.Pomerantz, Andrew, 2013.
Psikologi Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Lailatul Fitriyah, Mohammad Jauhar2014
Pengantar Psikologi Klinis: Jakarta: Prestasi Pustaka
Andrew M. Pomerantz, 2013 Psikologi
Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya Yogyakarta: Pustaka Pelajar
https://ririnyp.wordpress.com/2013/03/14/psikoterapi-terapi-psikoanalisa/