MAKALAH
PSIKOTERAPI PSIKOLOGI KLINIS
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“PSIKOLOGI KLINIS”
Dosen Pengampu :
Arman Marwing, S.pd Ma
Disusun Oleh:
Amidana Hikmah : (2833133005)
Fakultas Ushuluddin
Adab dan Dakwah
Jurusan Tasawuf
Psikoterapi 5-A
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
(IAIN)
TULUNGAGUNG
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan
puji syukur kehadirat Alloh SWT karena berkat kelimpahan rahmat serta
inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori-Teori
Kepribadian dan Psikollogi Klinis” ini
dengan lancar. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman Jahiliyah menuju zaman
Islamiyah.
Kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, maka penulis mengucapkan
terima kasih, kepada:
1.
Dr. Mafthukin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang telah memberikan kesempatan untuk kami menimba ilmu
di IAIN Tulungagung ini.
2.
Arman Marwing, S.pd Ma selaku
Dosen Pembimbing matakuliah ESQ Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang telah memberikan pengarahan sehingga
penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
3.
Semua pihak yang telah membantu penulis untuk
menyelesaikan makalah.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan kepada
penulis pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.
Tulungagung,
04 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ....................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.....................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.....................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah................................................................................
1
C. Tujuan
1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian,
Tujuan Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis.... 1
B. Konsep
Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis...................... 4
C. Penerapan
Teori-Teori Kepribadian dalam Penanganan Klinis.......... 12
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................. 15
DATAR
PUSTAKA......................................................................................... iv
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Psikologi Klinis
merupakan bagian dari keilmuan dalam Ilmu Psikologi yang menekankan pada
diagnosis, gangguan, dan penyembuhan dalam permasalahan-permasalahan
Psikologis, seperti perilaku Abnormal, gangguan kejiwaan, perilaku patologis,
dan yang lainnya. Gangguan jiwa yang terjadi pada diri seseorang dapat
disembuhkan melalui beberapa pendekatan. Pendekatan itu menggunakan beberapa
cara dari tokoh-tokoh psikologi dengan konsep dan metode yang sudah
diterapkannya. Misalnya pendekatan Psikodinamik, Behavior, Humanis, dan yang
lainnya.
Teori-teori
kepribadian sangat membantu kinerja psikolog klinis. Psikolog dapat mengetahui
bagaimana gangguan itu terjadi, makna dari gangguan itu sendiri dan mencarikan
jalan untuk menyembuhkan gangguan tersebut. Pada diri seseorang yang mengalami
gangguan jiwa dapat diketahui aspek-aspek kepribadian mana yang masih stabil
melalui teori-teori kepribadian.
B.
Rumusan Masalah
1. Jelaskan
pengertian dan tujuan teori-teori kepribadian dan psikologi klinis!
2. Bagaimana
konsep dari teori-teori kepribadian dan psikologi klinis?
3. Bagaimana
contoh penerapan teori-teori kepribadian dalam penanganan klinis?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui maksud dan tujuan teori-teori kepribadian dan psikologi klinis.
2. Untuk
mengetahui konsep dari teori-teori kepribadian dan psikologi klinis.
3. Untuk
mengetahui penerapan teori-teori kepribadian dalam penanganannya klinis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi, Tujuan Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis
1.
Psikoterapi
Psikodinamik
Psikoterapi
Psikodinamik merupakan bentuk terapi yang
menggunakan rujukan dari tokoh Sigmund
Freud. Tahap perkembangannya, pada tahap awal, Freud mengunakan istilah psikoterapi psikoanalisis, psikoterapi Freudian,
dan psikoterapi psikodinamik. Istilah Psikodinamik digunakan untuk
mempresentasikan semuanya agar tidak terjadi alih tumpang tindih dalam satu
aliran. Beberapa Psikolog yang sezaman dengan Freud yaitu Carl Jung, Alfred Adler, dan
Eric Ericson.
Tujuan dari psikoterapi
psikodinamik yaitu untuk membuat yang tidak disadari menjadi disadari
(Cabaniss, Cherry, Douglas & Schrwrtz, 2011; Karon & Widener, 1995). Kata
pemahaman yang sering digunakan oleh terapis maupun klien psikodinamik menangkap fenomena ini melihat kedalam diri sendiri
dan melihat sesuatu yang sebelumnya tidak terlihat (Gibbons, Critz-Christoph,
Barber & Schamberger, 2007). Begitu kita menjadi sadar akan proses-proses
yang tidak disadari, kita dapat melakukan upaya untuk mengontrolnya secara
sengaja, dan bukan mereka yang mengontrol kita.[1]
2.
Psikoterapi
Humanistik
Pendekatan Humanistik dimunculkan oleh Carlr Rogers yang menawarkan konsep
terapi berpusat pada klien dan berpusat pribadi. Tujuan dari pendekatan
Humanistik dalam psikologi klinis yaitu untuk mendukung perkembangan
aktualisasi diri pada diri klien dengan membangun hubungan terapeutik tanpa
persyaratan yang bernilai dan lebih memotivasi kongruensi. Hal ini mengacu pada
perkembangan manusia yang pada dasarnya tumbuh dan sehat secara positif dan
bawaan.
3.
Psikoterapi
Behavioral
Psikoterapi Behavior merupakan aplikasai klinis
prinsip-prinsip perilaku yang memiliki akar teoritis dan eksperimental. Tokoh
pertamanya yaitu Ivan Pavlov berasal
dari Rusia, dengan teorinya yaitu pengkondisian klasik. Langkah selanjutnya
bergerak menuju Amerika dengan dipelopori oleh JB. Watson. Watson mengembangkan teori Pavlov, yang saat ini dikenal dengan
teori stimulus-respon. Setelan Pavlov
dan Watson mengembangkan teorinya,
berjalan menuju teori yang kedua yaitu pengondisian Instrumental dengan tokoh
utamanya yaitu Edward Lee Thorndike dan
B.F Skinner. Teori Instrumental lebih
menekankan pada hukum efek yang mempengaruhi perilaku.
Tujuan terapi behavior adalah penekanannya dalam
empirisme. Teori-teori yang menangani masalah perilaku tentu melibatkan
hipotesis, pengumpulan data yang dapat diuji kebenarannya. Terapis harus
mengumpulkan data empiris tentang klien, sehingga dengan metode ilmiah, maka
teori behavior menepati sebagai disiplin ilmu dalam bidang kajian psikologi.
Selain itu, teori behavior mendefinisikan masalah
secara behavioral. Penyelesaian permasalahan klinis, selalu dilakukan dengan
menganalisa tentang semua perilaku yang dialami klien. Jadi, gejala-gejala yang
tampak pada diri klien menjadi acuan utama untuk melakukan proses diagnosis.
Mengukur perubahan yang dapat diamati sebagai tujuan
selanjutnya. Terapis lebih focus pada demonstrasi perubahan yang tampak diluar individu.
Jadi, keadaan yang terjadi diluar individu juga menjadi focus dalam proses assessment dan diagnosis.[2]
4. Psikoterapi Kognitif
Psikoterapi kognitif merepresentasikan sebuah reaksi
terhadap pendekatan perilaku dan pendekatan psikodinamik.
Tokoh dalam terapi ini yaitu Aaron Beck
dan Albert Ellis, dengan teorinya
yang tidak menekankan pada masa lalu, akan tetapi lebih pada gejala-gejala yang
terjadi pada diri klien masa kini.[3]
Tujuan dari terapi kognitif yaitu, berfikir logis.
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingah laku adalah proses mental, dimana
individu aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan dan menanggapi stimulus
sebelum melakukan reaksi.[4]
5. Psikoterapi Kelompok dan
Keluarga
Terapi kelompok lebih menekankan interaksi
interpersonal. Klien membentuk hubungan bukan hanya pada terapis saja, akan
tetapi juga dengan orang-orang yang ada di dalam ruang terapi. Klien dapat melakukan
interaksi membentuk hubungan yang baik, dan merasakan komukasi yang sesuai.
Tokoh yang terkemuka yaitu Irvin Yalom
dalam pendekatan interpersonal terapi kelompok. Menurut Yalom, gangguan seorang individu adalah produk sampingan dari cara
individu berhubungan dengan orang lain yang salah. Jadi, jika masalahnya terletak pada hubungan interpersonal
individu, maka maka vokus utama terapi adalah memperkuat keterampilan hubungan interpersonal.[5]
B. Konsep Teori-Teori Kepribadian
dan Psikologi Klinis
1.
Konsep
Psikoterapi Psikodinamik
Ada 5
macam terapi dalam psikoanalisa yaitu: (1) Analisis mimpi, (2) interpretasi,
(3) analisis mimpi, (4) analisis resistensi dan (5) analisis transferensi (pemindahan).
a)
Asosiasi Bebas
Teknik
pokok dalam terapi psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Cara yang tepat adalah klien
mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pikiran dengan melaporkan
secepatnya tanpa sensor. Asosiasi bebas adalah salah satu metode pengungkapan
pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan
situasi traumatik di masa lalu. Hal ini dikenal sebagai katarisis. Sebagai
suatu cara membantu klien memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri,
terapis menafsirkan makna-makna yang menjadi kunci dari asosiasi bebas. Selama
asosiasi bebas tugas terapis adalah untuk menidentifikasi hal-hal yang tertekan
dan terkunci dalam ketidaksadaran.
b)
Interpretasi
Interpretasi
adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas,
analisis mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi. Prosedurnya
terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajarkan klien
tentang makna perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas,
resistensi dan hubungan teraupetik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah
membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan
hala-hal yang tersembunyi. Ada tiga hal yang harus di perhatikan dalam
interpretasi sebagai teknik terapi. Pertama, interpretasi hendaknya
disajikan pada saat gelaja yang diinterpretasikan berhubungan erat dengan
hal-hal yang disadari klien. Kedua, interpretasi hendaknya selalu
dimulai dari permukaan dan baru menuju ke hal-hal yang dalam dan dapat dialami.
Oleh situasi emosional klien. Ketiga, memetapkan resistensi pertahanan
sebelum menginterpretasikan emosi atau konflik.
c.
Analisis Mimpi
Analisis
mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari
dan membatu klien untuk memperoleh penjelasan kepada masalah-masalah yang belum
terpecahkan. Selama tidur pertahanan menjadi lemah dan perasaan-perasaan yang
tertekan menjadi muncul ke permukaan. Freud
melihat bahwa mimpi sebagai “royal to the uncouncious”, dimana dalam
mimpi semua keinginan, kebutuhan,dan ketakutan yang tidak disadari
diekspresikan.
Freud
berteori bahwa, pada saat kita tidur, pikiran kita mengubah isi laten (pikiran
dan perasaan mentah dalam ketidaksadaran), menjadi isi manifest (alur mimpi
sebenarnya seperti yang kita ingat). Proses ini yang disebut kerja mimpi, yang
menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan keinginan, yang dapat menghasilkan
keinginan tak sadar yang muncul dalam keadaan terdistorsi atau tersamar.[6]
d. Analisis dan Interpretasi Resistensi
Resistensi
sebagai suatu konsep fundamental praktek-praktek psikoanalisa yang bekerja
melawan kemajuan terapi dan mencegah klien untuk menampilkan hal-hal yang tidak
disadari. Freud memandang resistensi
sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk
mempertahankan terhadap kecemasan. Resistensi bukan sesuatu yang harus diatasi
karena hal itu merupakan gambaran pendekatan pertahanan klien dalam kehidupan
sehari-hari. Resistensi harus diakui sebagai alat pertahanan menghadapi
kecemasan.
e.
Analisis dan Interpretasi dan
Transperensi
Seperti
halnya resistensi, transperensi (pemindahan) terletak dalam arti terapi
psikoanalisa dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien
masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah
masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dilakukan kepada ibunya
atau ayahnya. Kini, dalam hubungan dengan konselor klien mengalami kembali
perasaan penolakan permusuhan yang pernah dialami terhadap orang tuanya.[7]
2.
Konsep
Psikoterapi Humanistik
Konsep Humanistik dalam implikasi klinis sangat
memperhatikan tentang kemampuan aktualisasi pada diri klien, klien begitu
membutuhkan perhatian positif dari orang-orang disekitarnya. Sehingga hubungan
antar individu yang hangat, adanya cinta dan kasih sayang, dan penerimaan
terhadap orang-orang disekitarnya sangat membantu proses terapi.
Diri real dan diri ideal dapat berjalan senada atau
bahkan seimbang. Jika antara diri yang real dengan diri ideal itu tidak sesuai,
maka terjadi inkongruensi. Sebaliknya, kongruensi antara jati diri real dan
jati diri yang ideal maka terjadi penerimaan tanpa syarat dari diri seseorang.
Hal itu individu bebas berkembang dan tumbuh menurut kecenderungan aktualisasi
dirinya sendiri.
Beberapa unsur-unsur psikoterapi humanistic untuk
kelancaran proses terapi memerlukan tiga kondisi terapeutik secara esensial.
Terapis dapat berempati kepada klien jika terapis mampu merasakan emosi-emosi
klien. Empati melibatkan pemahaman yang mendalam dan tidak menghakimi
pengalaman klien, sementara menahan nilai-nilai dan sudut pandang terapis
Selain empati, penerimaan positif tanpa syarat dan
ketulusan dapat memfasilitasi tingkat kongruensi dan aktualisasi diri yang
tinggi. [8]
Terdapat tiga pendekatan dalam terapi humanistic,
1. Terapi
berbasis klien dari Rogers, merupakan
tehnik kenseling yang focus utamanya adalah untuk memberikan perhatian dan
membantu klien untuk menetapkan dan memutuskan tujuan terapi. Konseling dalam
terapi ini lebih menitik beratkan pada sikap seorang terapis untuk membantu
klien dibandingkan pengetahuan dan penguasaan tehniknya.
2. Logoterapi,
merupakan bentuk terapi eksistensialisme
dalam tehniknya mendorong klien untuk menemukan arti dalam suatu hal atau suatu
peristiwa yang sepertinya tidak memiliki makna. Penekanan logoterapi tidak
hanya melihat peristiwa yang terjadi dimasa lampau semata, tetapi ledih
menitikberatkan pada peristiwa saat ini dan bagaimana melihat masa depan.
3. Terapi
Gestalt yang lebih mengfokuskan pada
pengalaman saat ini dan kesadaran yang segera terhadap emosi dan tindakan.
Terapi Gestalt memiliki konsep bahwa
individu harus mengembangkan kesadaran tidak hanya mengenai diri mereka sendiri
tetapi juga cara dimana mereka menolak diri mereka sendiri.[9]
3.
Konsep
Psikoterapi Behavioral
Konsep dasar dari teori behavior sangat sederhana, yakni
bahwa semua tingkah laku dapat dikontrol oleh
konsekuensi (dampak yang mengikuti) tingkah
laku itu. Tingkah laku dapat diubah sesuai dengan tujuan
yang dikehendaki, hal itu dapat dilakukan dengan srategi
yaitu kondisioning klasik dan
kondisioning operan.
a)
Kondisioning
klasik (Classical Conditioning)
Disebut juga dengan kondisioning
responden karena dalam tingkah laku ini dipelajari dengan memanfaatkan hubungan
stimulus-respon yang bersifat reflex bawaan. Yang mana penelitian mengenai
kondisioning klasik ini pertama-tama dilakukan oleh Ivan Pavolov. Yaitu suatu
stimulus yang memunculkan respon tertentu yang dioperasikan berpasangan dengan
stimulus lain pada saat yang sama untuk memunculkan respon refleks. Stimulus
lain itu dikondisikan agar memunculkan respon refleks yang dimaksud. Pavlov
melakukan penelitiannya dengan anjing sebagai obyek.
Terapi yang digunakan dalam klinis
misalnya dengan terapi paparan, diajarkan relaksasi pada klien, dan latihan
penegasan dari terapis langsung tentang apa saja yang harus diucapkan dan
dilakukan.
b)
Kondisioning
(Operant Conditioning)
Reinforser tidak diasosiasikan
dengan stimulus yang terkondisikan, tetapi diasosiasikan dengan respon karena
respon itu sendiri beroprasi memberi reinforsemen. Skinner menyebut itu sebagai
tingkah laku operan (Operant Behavior).
Tingkah laku responden adalah
tingkah laku otopmatis atau refleks, yang dalam kondisioning klasik respon itu
diusahakan dapat memunculkan dalam situasi yang lain dengan situasi aslinya.
Tingkah laku operan mungkin belum pernah dimiliki individu, tetapi ketika orang
melakukannya dia mendapat hadiah.
4.
Konsep
Psikoterapi Kognitif
Pendekatan kognitif menegaskan tentang kekuatan
kognisi yang memengaruhi perasaan. Jadi suasana perasaan dipengaruhi oleh
intrepetasi terhadap suatu kejadian. Jika kognisi menginterpretasikan kejadian
secara negative maka kemungkinan besar membawa seseorang pada keadaan depresi
dan kecemasan. Untuk itu diperlukan untuk merevisi kognisi untuk memastikan
bahwa pikiran-pikiran seseorang tentang kejadian berkorespondensi secara secara
rasional dan logis. Beberapa langkah untuk merevisi kognisi yaitu pertama-tama keadaan
pikiran yang tidak logis diidentifikasi, kemudian ditantang dan diganti dengan
fikiran logis. Tanggung jawab terapis kognitif adalah membantu klien untuk
mengidentifikasi pikiran-pikiran otomatis yang tidak logis atau tidak rasional.
Terapis hanya memimpin disesi awal, dan pada sesi selanjutnya klien menemukan
sendiri pikiran-pikiran rasionalnya.
Terapi bisa disebut sebagai pengajar bagi klien,
karena terapis mengajarkan kepada klien agar dapat menggunakan pelajaran yang
mereka dapat dari pengalamanya. Klien akhirnya tidak terus bergantung pada
terapis akan tetapi dapat mengajari dirinya sendiri. Cara lain untuk memeriksa
pikiran tidak logis bagi klien adalah klien diberikan pekerjaan-pekerjaan
tertentu sebelum pertemuan kegiatan terapi. Klien juga harus mencatat
peristiwa, perasaan kognisi dan usaha untuk merevisi kognisinya. Dalam kegiatan
terapi, klien dapat berdiskusi dengan terapis tentang semua kegiatan yang
dilakukannya. Pendekatan yang dilakukan terapis berlangsung cepat, terstruktur
dan terfokus. Proses terapi biasanya berlangsung selama 15 pertemuan. Bahkan,
semakin kondisi klien membaik, maka pertemuannya semakin jarang dilakukan.
Dua model pendekatan dalam terapi kognitif yaitu
pendekatan Albert Ellis dan Aaron Beck. Model yang dilakukan Ellis
dengan model ABCDE, pendekatan yang dilakukan disebut sebagai Rational Emotif Behavior Therapy. Prinsip
dari terapi ini yaitu gangguan psikologis dan emosional berasal dari pikiran-pikiran
irasional. Terutama ketidakbahagiaan emosional tidak akan terjadi jika
seseorang dapat meminimalisir pikiran irasional dan nemaksimalkan pikiran
rasional.
Model pendekatan yang kedua dilakukan oleh Aaron Beck dengan menemukan beberpa
distorsi-distorsi pikiran yang terjadi pada diri klien. Proses terapi dari Beck dengan membuat kolom-kolom halaman
tertulis untuk mengetahui rekaman pikiran disfungsional klien. Selain itu,
bagaiman klien mengorganisasi pengalam-pengalamannya berkorespondensi dengan
teori Ellis dalam format ABCDE.
Beberapa aplikasi terkini dalam beberapa terapi
kognitif yaitu
(a) Terapi
gelombang ketiga: (terapi berbasis perhatian dan penerimaan)
(b) Terapi
penerimaan dan komitmen
(c) Terapi
prilaku dialektis
(d) Terapi
metakognitif
(e) Terapi
kognitif untuk masalah medis[10]
5.
Konsep
Psikoterapi Kelompok dan Keluarga
Terapi
kelompok lebih menekankan pada hubungan interpersonal. Hal ini dilandaskan pada
pengalaman yang dimiliki seseorang dihasilkan dari hubungan antarpersonal
seseorang. Faktor-faktor dalam terapeutik kelompok yaitu
1. Universalitas,
merupakan keadaan dimana dalam sebuah kelompok tersebut terdapat beberapa orang
yang memiliki permasalahan, gejala dan diagnosis yang sama. Hal itu dapat
memberikan perasaan pda klien bahwa bahwa mereka tidak sendirian, suatu hal
yang membedakan dengan terapi individual.
2. Kohesivitas
kelompok, merupakan perasaan saling terhubung antar anggota kelompok. Hal ini
dapat menumbuhkan rasa kehangatan, kepercayaan, penerimaan, dan rasa saling
memiliki dan nilai antar para anggota kelompok.
3. Pembelajaran
interpersonal, dalam erapi kelompok, seseorang akan berusaha untuk belajar
berhubungan, menjalin komusikasi yang baik. Dalam proses terapi, mereka akan
menyadari hal apa yang kurang baik pada dirinya. Selain itu, klien juga akan
menerima umpan balik secara langsung atas sikap yang dimunculkan ketika
melakukan terapi kelompok.
Terapi keluarga dilakukan secara menyeluruh antar
anggota keluarga unuk bekerjasama dengan terapis dalam hal memperbaiki
interaksi-interaksi yang mereka rasa kurang nyaman dan secara tidak langsung
keadaan kesehatan mental juga akan membaik.
Langkah awal dilakukan dengan melakukan assesmen
terhadap fungsi keluarga. Praktik-praktik assesmen bervariasi, sesuai dengan
pendekatan yang digunakan, seperti halnya focus pada masalah yang dihadapi,
memahami keyakinan para anggota keluarga tentang peyebab-penyebabnya, dan
mengapresiasi hubungan-hubungan didalam keluarga (Griffin, 2002).
Proses assesmen
adalah mengapresiasi tahap perkembangan keluarga saat ini. Teori yang paling
dikenal adalah teori siklus kehidupan keluarga. Dalam konsep esensial klasik
dalam terapi keluarga, Griffin (2002)
membagi menjadi tiga gaya dalam terapi, yaitu gaya ahistoris, menekankan fungsi saat ini dan kurang menekankan riwayat
keluarga. Gaya historis, menekankan
riwayat keluarga sehingga durasi begitu panjang. Gaya eksperensial, yang menekankan pertumbuhan personal dan pengalaman
emosional didalam dan diluar sesi[11]
C. Penerapan Teori-Teori
Kepribadian dalam Penanganan Klinis
Denise seorang klie fiktif yang ditelaah dari banyak
perspektif. Denise adalah seorang wanita berusia 30 tahun, lajang dan
heteroseksueal yang menjalani seluruh hidupnya dikota besar, di wilayah Barat
Tengah (Midwest), ia tak memiliki riwayat penyakit dan cedera signifikan, secara
umum kesehatannya baik. Denise tumbuh sebagai anak kelima dari enam bersaudara.
Sekarang dia bekerja disebuah restoran sebagai seorang koki. Semenjak pemilik
baru restoran itu menjabat, dan memberikan aturan baru direstoran tersebut
Denise perasaan Denise terhadap pekerjaan berubah drastis. Denise mengalami
gejala-gejala depresi ringan sampai menengah, termasuk kesedihan, kehilangan
minat dengan kegiatan sehari-hari, kurang berenergi, sulit tidur dan sulit
berkonsentrasi. Denise mengalami kesulitan untuk berangkat kerja tepat waktu,
menghidangkan makanan tepat waktu, jarang berolah raga. Dia merasa pejabat baru
itu membuat kebijakan baru untuk menyakitinya. Denise semakin hawatir akan
hilang pekerjaannya.
Kasus dalam kehidupan Denise tersebut merupakan masalah
psikologis yang dapat ditelaah dengan terapi-terapi berikut ini:
1.
Psikoterapi
Psikodinamik
Denise mengikuti 50 sesi selama satu tahun.
Berdasarkan permintaan terapis, ia memberikan latar belakang kehidupan masa
kanak-kanaknya, termasuk fakta bahwa dia anak kelima dari enam bersaudara.
Karena faktor-faktor ini, dia kurang mendapat perhatian dari keluarganya.
Kejadian yang berada dalam pekerjaannya membuatnya depresi. Untuk itu,
hipotesis yang saya ambil berdasar konseptual awal terapis yaitu:
(a) Denise
menghadapi isu-isu emosional terhadap perkembangan falik, dia mungkin terfiksasi secara parsial pada tahap
tersebut.
(b) Denise
sedang bergulat dengan impuls kemarahan yang tidak dapat diterima terhadap
pemilik restoranyang baru dan menggunakan berbagai defens mechanism, yang
paling jelas adalah proyeksi untuk mengatasinya.
(c) Kemarahan
tak sadar Denise terhadap si pemilik restoran baru begitu tampak melalui
keterlambatan dan kerja lambatnya.
Dalam proses terapi, hubungan antara terapis dan
klien terdapat tranferensi dan resistensi. Mengenai resistensi, Denise mengubah
subjek pembicaraan dengan tidak pintar. Tentang transperensi, Denise sering
tampak berasumsi bahwa terapis berpikir Denise tidak layak mendapat perhatian
saya, dan faktanya ia menyebutkan tentang itu dibanyak kesempatan. Ia juga
sering mencari pujian dari terapis, kadang-kadang secara langsung meminta umpan
balik terapis setelah mendeskripsikan sesuatu yang selesai dideskripsikannya.
Niat utama dibalik intervensi terapis adalah untuk
membuat Denise menyadari tentang proses taksadarnya. Diberbagai kesempatan,
terapis menawarkan interpretasi tentang tindakannya. Terapis mengatakan bahwa
mungkin Deniselah yang memiliki perasaan buruk terhadap pemilik restoran.
Terapis juga menunjukkan kecenderungan tak-sadar (tranferensi) yang dibawanya dalam berhubungan dengan terapis.
Perlahan-lahan dengan percakapan secara terus-menerus dismua bidang, Denise
mampu mencapai pemahaman signifikan tentang proses taksadarnya. Dengan
melakukannya, dia mampu melihat orang lain secara lebih realistic dan
mengontrol motivasinya secara lebih disengaja, dan gejala-gejala depresifnya
akhirnya terangakat.
BAB
II
Penutup
A.
Kesimpulan
Teori-teori kepribadian sangat
membantu kinerja psikolog klinis. Psikolog dapat mengetahui bagaimana gangguan
itu terjadi, makna dari gangguan itu sendiri dan mencarikan jalan untuk
menyembuhkan gangguan tersebut. Pada diri seseorang yang mengalami gangguan
jiwa dapat diketahui aspek-aspek kepribadian mana yang masih stabil melalui
teori-teori kepribadian.
Terdapat lima psikoterapi yang
mengacu pada teori-teori kepribadian dan psikologi klinis, yaitu psikoterapi
psikodinamik, humanistic, behavioristic, kognitif, dan psikoterapi kelompok dan
keluarga.
Dalam psikoterapi psikodinamik,
menekankan pada pengalaman-pengalaman klien, dan menggunakan proses-proses yang
tidak disadarI. Dalam psiodinamik, klien menyadarkan klien untuk memahami hal
yang tidak disadarinya menjadi hal yang disadari.
Psikoterapi humanistic berpacu pada
terapi yang berpusat pada klien, sehingga dibutuhkan rasa empati dari seorang
terapis kepada klien. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya pada
diri klien terhadap terapis. Jika saling percaya sudah dimiliki oleh kliem,
maka klien dapat bercerita dengan nyaman dan leluasa kepada terapis.
Psikioterapi behavioristic,
memandang pada gangguan yng terjadi dari diri klien dilihat dari gejala-gejala
yang tampak dari diri klien. Dalam proses terapi, terapis yang mengondisikan
bagaiman perilaku yang harus dilakukan klien. Terdapat dua terapi, yaitu
kondioning klasik dan kondisioning operant.
Psikoterapi kognitif merupakan
terapi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengajarkan klien agar dapat berfikir
logis dan realistik. Klien lebih ditekankan untuk mengulas tentang masa
sekarang daripada masa yang lalu, seperti pengalaman-pengalaman yang pernah
dialami klien.
Sedangkan psikoterapi kelompok dan
keluarga merupakan gabungan dari beberapa teori-teori kepribadian. Tergantung
metode yang dipakai terapis dalam mengatasi masalah yang sesuai dengan klien.
Terdapat metode yang mengunakan psikodinamik, behavioristic, humanistik,
ataupun kognitif.
B.
Saran
Seorang terapis harus memahami teori-teori
kepribadian sebelum melakukan penanganan klinis. Karena, terapis nantinya juga
harus memilih teori mana yang tepat untuk permasalahan yang sedang dialami
klien. Semoga bagi pembaca dapat memberikan masukan untuk kesempurnaan dari
makalah ini. Khususnya mahasiswa tasawuf psikoterapi agar mampu mengaplikasikan
teori-teori kepribadian dan psikologi klinis dalam terapi. Makalh ini sebagian
kecil pengetahuan yang dapat dijadikan tambahan pengetahuan untuk lebih
memahami tentang teori-teori kepribadian dan psikologi klinis sebagai keilmuan
terapan yang dapat dimanfaatkan.
DAFTAR
PUSTAKA
M.Pomerantz, Andrew, 2013.
Psikologi Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Lailatul Fitriyah, Mohammad Jauhar2014
Pengantar Psikologi Klinis: Jakarta: Prestasi Pustaka
Andrew M. Pomerantz, 2013 Psikologi
Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya Yogyakarta: Pustaka Pelajar
https://ririnyp.wordpress.com/2013/03/14/psikoterapi-terapi-psikoanalisa/
[1]
Andrew M. Pomerantz, Psikologi
Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013) hal. 342-344
[2] Ibid,
hal.405-411
[3] Ibid, hal.
439-441
[4] Lailatul
Fitriyah, Mohammad Jauhar. Pengantar Psikologi Klinis (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2014) hal.73
[5] Andrew
M. Pomerantz, Psikologi
Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013) hal. 475-477
[7]
https://ririnyp.wordpress.com/2013/03/14/psikoterapi-terapi-psikoanalisa/
[8] Andrew
M. Pomerantz, Psikologi
Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013) hal. 376-400
[9] Lailatul
Fitriyah, Mohammad Jauhar. Pengantar Psikologi Klinis (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2014) hal. 123-124
[10] Andrew
M. Pomerantz, Psikologi
Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2013) hal. 460-470