MAKALAH
BUDAK NAFSU
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“ESQ”
Dosen Pengampu :
Ahmad Sholihuddin Zuhdi, M.pd
Disusun Oleh:
Amidana
Hikmah : (2833133005)
FAKULTAS USHULUDDIN
ADAB DAN DAKWAH
JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI
5-A
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2015
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan
puji syukur kehadirat Alloh SWT karena berkat kelimpahan rahmat serta
inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ESQ” ini dengan lancar. Sholawat serta
salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya dari zaman Jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, maka penulis mengucapkan
terima kasih, kepada:
1.
Dr. Mafthukin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang telah memberikan kesempatan untuk kami menimba ilmu
di IAIN Tulungagung ini.
2.
Ahmad Sholihuddin Zuhdi, M.pd selaku Dosen Pembimbing matakuliah ESQ Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Tulungagung yang telah memberikan pengarahan sehingga penulisan makalah ini
dapat terselesaikan.
3.
Semua pihak yang telah membantu penulis untuk
menyelesaikan makalah.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan kepada
penulis pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.
Tulungagung,16 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ....................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.....................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah...........................................................................
1
C. Tujuan..............................................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Budak Nafsu, Amarah Membangun Amarah, Anatomi Amarah.... 2
B.
Upaya Meredam
Amarah................................................................
4
C.
Marah dalam Konsep Psikologi......................................................
6
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................
8
B. Saran................................................................................................ ......
8
DATAR
PUSTAKA.........................................................................................
iv
BAB 1
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Marah merupakan keadaan emosi yang
tidak stabil. Marah dalam psikologis memiliki dampak yang kurang baik, baik
dampak secara psikologis maupun psikis. Kemampuan untuk mengendalikan diri dan kemampuan
mengatur kehidupan sangat dibutuhkan dalam kehidupan menusia. Hal ini bertujuan
agar tercipta ketenangan dan berkepribadian baik.
Emosi yang muncul bukan untuk
ditekan, akan tetapi dikendalikan oleh diri kita. Emosi yang tidak
terkendalikan dapat berdampak kurang baik, misalnya amarah yang meluap-luap,
menjadi sumber penyakit, depresi berat, cemas yang berlebihan, gangguan
emosional yang berlebihan (mania). Akan tetapi, jika emosi itu terlalu ditekan,
maka dapat membawa diri pada keadaan kebosanan dan kekecewaan yang mendalam.
Penguasaan diri merupakan faktor
yang paling penting untuk mengendalikan amarah. amarah dibangun oleh amarah,
dan amarah yang tidak dapat dikendalikan lagi oleh nalar maka dapat berlanjut
pada tindak kekerasan. Selain itu, ada beberapa cara untuk mengendalikan
amarah, misalnya memahami orang lain, juga melakukan selingan-selingan tertentu
untuk mengalihkan memutuskan rangkaian amarah, dan yang lainnya
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
penjelasan tentang Budak Nafsu dalam hal anatomi amarah, gelombang amarah dan
amarah membangun amarah?
2.
Apa
saja upaya peredam amarah?
3.
Bagaimana
konsep dalam psikologi tentang Amarah?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui penjelasan budak nafsu amarah
membangun amarah
2.
Untuk
mengetahui upaya peredam amarah
3.
Untuk
mengetahui konsep dalam psikologi tentang Amarah.
BAB II
Pembahasan
1.
Budak Nafsu
a.
Anatomi Amarah
Aristoteles
mengatakan bahwa sebenarnya kita hanya boleh marah secara wajar, lebih sering
amarah kita muncul tak terkendali. Benjamin Franklin merumuskannya dengan
bagus, “ amarah itu tak pernah tanpa alasan, tetapi jarang yang alasannya
benar.
Amigdala merupakan
sumber utama pemicu penyebab amarah. Ketika amarah itu muncul, maka keadaan
emosi menjadi tegang. Misalnya kasus seorang laki-laki pengemudi yang sangat
narah, ketika tiba-tiba ada mobil yang mendahuluinya hingga menyerempet
mobilnya. Bila pikiran automatis yang muncul dalam pikirannya “brengsek!”,
pikiran itu sangat besar pengaruhnya terhadap perjalanan amarah. Apalagi jika
diikuti pikiran-pikiran jengkel dan balas dendam. Bahkan,
jika tiba-tiba ada mobil dibelakangnya yang
membunyikan klakson, maka kemarahan akan bergerak pada pengemudi yang ada
dibelakangnya.
Berbeda lagi
jika seandainya pengemudi yang tersrempet mobil tadi memikirkan hal lain pada
saat amarah itu muncul. Misalnya,
“barangkali dia tidak melihatku,” ataukah mungkin dia lagi menolong orang yang
sedang dalam keadaan darurat”. Jadi, alur kemungkinan tersebut
sekurang-kurangnya membuat pikiran lebih terbuka
dan menggagalkan amarah. Dengan memikirkan
segala sesuatu dengan titik pandang yang berbeda akan mengurangi api amarah.
b.
Gelombang Amarah
Pemicu amarah
diantaranya yaitu perasaan terancam bahaya, ancaman simbolik terhadap harga
diri dan martabat, dicaci-maki dan yang lainnya. Persepsi itulah yang
menyebabkan terjadinya lonjakan limbic yang berakibat ganda pada otak.
Salah satu bagian lonjakan itu adalah dikeluarkannya zat katekolamin,
yang membangkitkan gelombang energy cepat sesaat, cukup untuk melakukan
tindakan dahsyat.
Sementara
denyutan lain yang ditimbulkan oleh amigdala melalui cabang adrenokorteks dalam sistem syaraf
menciptakan suatu latar perkondisian umum agar tubuh siap bertindak yang
berlangsung jauh lebih lama daripada lonjakan energy katekolamin. Penggugahan
adrenal dan korteks secara
menyeluruh ini dapat berlangsung berjam-jam bahkan berhari-hari. Pada umumnya
kondisi siap siaga pada adrenokorteks ini menjelaskan mengapa orang menjadi
mudah marah apabila mereka telah dirangsang sedikit saja atau diganggu oleh hal
lain.
Dalam percobaan
Zillman, rekannya ia minta untuk memanas-manasi pria dan wanita sukarelawan dengan
melontarkan umpatan-umpatan yang menyakitkan mereka. Setalah itu, sukarelawan
tadi diminta untuk menonton film yang menyenangkan atau menyedihkan. Kemudian,
mereka diminta untuk memberikan penilaian terhadap rekan Zillman yang menurut mereka digunakan untuk memegang
keputusan apakah mereka nanti bisa dipekerjakan ataukah tidak. Ternyata
intensitas balas dendam mereka lebih besar bagi mereka yang menonton film yang
menyedihkan.
c.
Amarah Membangun Amarah
Amarah terjadi karena keadaan emosi yang kurang stabil. Apabila antara
emosi positif dan negative yang muncul dapat dikelola dengan baik, maka tidak
akan menimbulkan amarah. Amarah yang tak terkendali juga disebabkan oleh
pembajakan emosi yang dipicu oleh kejadian-kejadian lain.
Studi-studi dalam penelitian Zillman, tentang apa yang dialami
seorang ibu rumah tangga yang sedang mengajak anak kecilnya yang masih balita
kesupermarket. Tahap awal, ibunya begitu ramah, penuh empati dan lemah lembut.
Ketika anaknya mengambil botol susu disupermarket, ibunya mengatakan
“kembalikan itu ketempatnya nak!”. Anak kecilnya tidak menghiraukan ucapan
ibunya, dia malah merengek, “aku mau itu bu,” sambil memegang botol-botol yang
lain. Tahap kedua, suara ibunya agak mengeras, dengan berkata “kembalikan!”
amarahnya mulai menguasainya. Tidak
beberapa lama, anak itu menjatuhkan beberapa botol susu dari rak di supermarket
hingga berantakan. Kejadian ini memicu amarah yang meluap-luap dari ibunya,
sehingga ibunya langsung menarik pinggang anak itu keluar secara paksa. Si anak
menangis histeris sambil menghentak-hentakkan kakinya dan memprotes “lepaskan!
lepaskan!”
Dari rangkaian kejadian yang dialami ibu tersebut, setiap pikiran
dan persepsi yang memicu amarah berikutnya, menjadi pemicu minor terjadinya lonjakan
katekolamin yang dibangkitkan oleh amygdala, masing-masing berdasarkan
momentum hormon lonjakan-lonjakan sebelumnya. Sehingga ketika ibu itu memaksa
anaknya keluar, dia kehilangan pedoman kognitif, dorongan limbiknya meningkat, dan
terperangkap dalam respon-respon primitive.[1]
2.
Upaya Meredam Amarah
Setelah mengamati analisis anatomi
amarah ini, Zillman
melihat ada dua cara untuk mengatasi amarah. Salah satu meredakan
amarah adalah dengan menggunakan dan mengadu pikiran-pikiran yang memicu
lonjakan amarah, karena pikiran-pikiran itu merupakan tanggapan asli interaksi
yang mempertegas dan mendorong letupan awal amarah dan tanggapan-tanggapan
ulang berikutnya yang mengobarkan api amarah tersebut.[2]
Beberapa
upaya untuk meredakan amarah, menurut Anthony Dio Martin penulis buku Smart Emotion
yaitu
Pertama,
pikirkanlah akibat jangka panjang dari kemarahan. Jika secara spontan meluapkan
amarah, maka dapat berdampak kurang baik terhadap kehidupan dan masa depan.
Kedua,
jangan sampai kemarahan anda merugikan diri dan orang lain, baik kerugian
materi, fisik dan psikologis.
Ketiga,
lampiaskan dengan hal-hal positif yang mengembangkan potensi kita. Jadi, marah
itu menumbuhkan motivasi dan membangkitkan kemauan untuk menjadi lebih baik.
Keempat,
kemarahan harus berorientasi pada solusi, bukan hanya melampiaskan kemarahan.[3]
Menurut
Gilman, terdapat beberapa pandangan yang keliru mengenai
pelampiasan amarah yang
menimbulkan katarsis yang
terkadang
di puji sebagai salah satu cara mengatasi amarah. Teori yang berkembang
berbunyi “akan membuat anda merasa lebih enakan”. Tetapi, sebagaimana diisyaratkan dalam temuan-temuan
zillman, ada alasan menentang katarsis. Alasan tersebut telah muncul sejak
tahun 1950-an, ketika para ahli psikologi menguji efek-efek katarsis dalam
percobaan dan berulang kali, menemukan bahwa melampiaskan amarah tak ada atau
sedikit sekali hubungannya dengan meredakannya (meskipun, karena sifat amarah
yang memikat, tindakan itu terasa memuaskan).
Tice
menemukan bahwa melampiaskan amarah merupakan salah satu cara terburuk untuk
meredakannya. Ledakan amarah biasanya memompa perangsangan memompa otak
emosional, akibatnya orang justru lebih marah, bukannya berkurang. Cerita orang-orang
tentang saat-saat mereka melampaiaskan amarahnya kepada orang yang membuatnya
marah, Tice menemukan bahwa tindakan itu justru memperpanjang suasana marah
bukan menghentikannya yang jauh lebih efektif adalah terlebih dahulu
menenangkan diri, dan kemudian dengan
cara yang lebih kontrruktif atau terarah, menghadapi orang yang
bersangkutan untuk menyelesaikan perbantahan. Sebagaimana pernah saya dengar
dari seorang guru dari Tibet, yang memberi jawaban ketika di Tanya bagaimanakah
cara terbaik untuk mengatasi amarah ”jangan menekannya .tetapi,jangan
melampiaskannya.”[4]
3.
Marah dalam Konsep Psikologi
Emosi mulai memasuki 2 struktur bangunan berbentuk almond
di dalam otak yang disebut amygdala. Amygdala
bertanggung jawab mengidentifikasi ancaman-ancaman, dan mengirimkan peringatan,
ketika ancaman teridentifikasi. Amygdala sangat efisien dalam
memperingatkan adanya ancaman ini. Sehingga, menyebabkan seseorang mengambil
tindakan sebelum ancaman itu sampai ke korteks (bagian otak yang
bertanggung jawab untuk berpikir dan menimbang), tanpa mampu mengecek kelayakan
reaksi yang terjadi. Dalam kata lain,otak kita punya semacam saluran yang dapat
melaksanakan tindakan sebelum konsekuensinya dipertimbangkan secara logis
(refleks).
Ketika
seseorang marah, otot-otot tubuh menegang. Di dalam otak, bahan kimia yang
berfungsi sebagai neutrontransmitter yang bernama catecholamine
dilepas,menyebabkan ledakan energi yang bertahan selama beberapa menit. Pada
saat yang bersamaan, detak jantung meningkat, tekanan darah naik, dan demikian
juga laju pernapasan. Wajah biasanya kemerah-merahan seiring dengan peningkatan
aliran darah menuju anggota badan, sebagai persiapan aksi fisik. Dalam
rangkaian yang cepat, tambahan hormon dan neutrontransmitter otak, adrenalin
dan noradrenalin
dilepaskan, yang akan memicu suatu kondisi rangsangan yang lebih lama.
Aliran
amarah, biasanya terhenti sebelum seseorang menjadi tak terkontrol. Korteks
bagian depan menahan emosi sesuai proporsi rangsangan (marah). Amygdala
memulai emosi tersebut, sedangkan korteks bagian depan meredakan
emosi melalui penilaian. Korteks bagian depan sebelah kiri
dapat meredakan amarah tersebut. Bagian itu bertugas menjaga sesuatu menjadi
terkontrol.
Jika
marah punya suatu fase persiapan psikologis untuk melampiaskannya secara fisik,
dia punya fase “pendinginan” juga. Tubuh mulai rileks menuju posisi normal
(sebelum marah), ketika target kemarahan tidak terjangkau atau ada ancaman
mendadak.
Sulit
untuk meredakan marah dalam waktu singkat. Adrenalin, pemicu rangsangan yang
terjadi selama marah, bertahan dalam waktu yang lama (berjam-jam, terkadang
berhari-hari), dan merendahkan batas ambang marah. Hal ini, membuat seseorang
lebih mudah marah lagi setelahnya. Biasanya, tubuh membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk kembali dalam kondisi tenang. Selama periode penenangan ini, orang
yang tadinya marah, lebih rentan untuk marah lagi jika menanggapi sedikit
gangguan saja.[5]
BAB II
Penutup
A. Kesimpulan
Seseorang dapat dikatakan menjadi budak
nafsu, jika dia tidak dapat mengendalikan amarah yang muncul dalam dirinya. Ketika
amarah itu muncul, orang itu tidak dapat mengontrolnya dan cenderung
dilampiaskan terhadap hal-hal lain. amarah. Pemicu
amarah diantaranya yaitu perasaan terancam bahaya, ancaman simbolik terhadap
harga diri dan martabat, dicaci-maki dan yang lainnya.
Amarah
membangun amarah, karena setiap pikiran dan persepsi yang memicu amarah
berikutnya, menjadi pemicu minor terjadinya lonjakan katekolamin yang
dibangkitkan oleh amygdala, masing-masing berdasarkan momentum hormon
lonjakan-lonjakan sebelumnya.
Zillman melihat ada dua cara untuk
mengatasi amarah. Salah satu meredakan
amarah adalah dengan menggunakan dan mengadu pikiran-pikiran yang memicu
lonjakan amarah, karena pikiran-pikiran itu merupakan tanggapan asli interaksi
yang mempertegas dan mendorong letupan awal amarah dan tanggapan-tanggapan
ulang berikutnya yang mengobarkan api amarah tersebut.
B.
Saran
Amarah merupakan
keadaan emosi yang kurang stabil. pemahaman diri menjadi hal yang utama untuk
mengendalikan amarah. Amarah sebaiknya tidak terlalu ditekan, karena dapat
memberikan perasaan kurang nyaman terhadap diri. Akan tatapi, amarah juga
sebaiknya tidak dilampiaskan, karena jika amarah itu menjadi terlalu extream,
maka menjadi sumber penyakit, seperti depresi berat, cemas berlebihan, dan
amarah yang meluap-luap.
DAFTAR
PUSTAKA
Goelmen, Daniel, 1996. Alih Bahasa, T Hermaya, Emotional
Intelligence (Kecerdasan Emosional, Mengapa El Lebih Penting daripada IQ),
Yogyakarta: Gramedia
Dion Martin,
Anthony, 2007.
Smart Emotion . Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama
https://jmabuka.wordpress.com/2009/04/26/bagaimana-marah-bisa-terjadi/
[1]
Daniel Goleman, Alih Bahasa, T Hermaya, Emotional Intelligence (Kecerdasan
Emosional, Mengapa El Lebih Penting daripada IQ) (Yogyakarta: Gramedia, 1996)
hal, 77-84
[4] Daniel Goleman,
Alih Bahasa, T Hermaya, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional, Mengapa
El Lebih Penting daripada IQ) (Yogyakarta: Gramedia, 1996) hal, 85-87
[5]
https://jmabuka.wordpress.com/2009/04/26/bagaimana-marah-bisa-terjadi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar