Minggu, 08 November 2015

Makalah Psikoterapi Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis


MAKALAH

PSIKOTERAPI PSIKOLOGI KLINIS
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PSIKOLOGI KLINIS
Dosen Pengampu :
Arman Marwing, S.pd Ma



Disusun Oleh:
                 Amidana Hikmah            : (2833133005)

Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
Jurusan Tasawuf Psikoterapi 5-A
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
TAHUN 2015


KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT karena berkat kelimpahan rahmat serta inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori-Teori Kepribadian dan Psikollogi Klinis” ini dengan lancar. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman Jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih, kepada:
1.     Dr. Mafthukin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN)  Tulungagung yang telah memberikan kesempatan untuk kami menimba ilmu di IAIN Tulungagung ini.
2.     Arman Marwing, S.pd Ma selaku Dosen Pembimbing matakuliah ESQ  Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang telah memberikan pengarahan sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
3.     Semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan makalah.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan kepada penulis pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.

Tulungagung, 04   Oktober 2015

                                 Penulis



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR .....................................................................................  ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I      PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang..................................................................................... 1      
B.      Rumusan Masalah................................................................................ 1      
C.      Tujuan                                                                                                   1

BAB II     PEMBAHASAN
A.    Pengertian, Tujuan Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis.... 1       
B.    Konsep Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis...................... 4
C.    Penerapan Teori-Teori Kepribadian dalam Penanganan Klinis.......... 12     

BAB III    PENUTUP
A.      Kesimpulan.......................................................................................... 14
B.      Saran  .................................................................................................. 15


DATAR PUSTAKA......................................................................................... iv


 BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi Klinis merupakan bagian dari keilmuan dalam Ilmu Psikologi yang menekankan pada diagnosis, gangguan, dan penyembuhan dalam permasalahan-permasalahan Psikologis, seperti perilaku Abnormal, gangguan kejiwaan, perilaku patologis, dan yang lainnya. Gangguan jiwa yang terjadi pada diri seseorang dapat disembuhkan melalui beberapa pendekatan. Pendekatan itu menggunakan beberapa cara dari tokoh-tokoh psikologi dengan konsep dan metode yang sudah diterapkannya. Misalnya pendekatan Psikodinamik, Behavior, Humanis, dan yang lainnya.
Teori-teori kepribadian sangat membantu kinerja psikolog klinis. Psikolog dapat mengetahui bagaimana gangguan itu terjadi, makna dari gangguan itu sendiri dan mencarikan jalan untuk menyembuhkan gangguan tersebut. Pada diri seseorang yang mengalami gangguan jiwa dapat diketahui aspek-aspek kepribadian mana yang masih stabil melalui teori-teori kepribadian.
B. Rumusan Masalah
          1.     Jelaskan pengertian dan tujuan teori-teori kepribadian dan psikologi klinis!
          2.     Bagaimana konsep dari teori-teori kepribadian dan psikologi klinis?
          3.     Bagaimana contoh penerapan teori-teori kepribadian dalam penanganan klinis?
C. Tujuan
          1.     Untuk mengetahui maksud dan tujuan teori-teori kepribadian dan psikologi klinis.
          2.     Untuk mengetahui konsep dari teori-teori kepribadian dan psikologi klinis.
          3.     Untuk mengetahui penerapan teori-teori kepribadian dalam penanganannya klinis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi, Tujuan Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis
1.   Psikoterapi Psikodinamik
Psikoterapi Psikodinamik merupakan bentuk terapi yang menggunakan rujukan dari tokoh Sigmund Freud. Tahap perkembangannya, pada tahap awal, Freud mengunakan istilah psikoterapi psikoanalisis, psikoterapi Freudian, dan psikoterapi psikodinamik. Istilah Psikodinamik digunakan untuk mempresentasikan semuanya agar tidak terjadi alih tumpang tindih dalam satu aliran. Beberapa Psikolog yang sezaman dengan Freud yaitu Carl Jung, Alfred Adler, dan Eric Ericson.
Tujuan dari psikoterapi psikodinamik yaitu untuk membuat yang tidak disadari menjadi disadari (Cabaniss, Cherry, Douglas & Schrwrtz, 2011; Karon & Widener, 1995). Kata pemahaman yang sering digunakan oleh terapis maupun klien psikodinamik menangkap fenomena ini melihat kedalam diri sendiri dan melihat sesuatu yang sebelumnya tidak terlihat (Gibbons, Critz-Christoph, Barber & Schamberger, 2007). Begitu kita menjadi sadar akan proses-proses yang tidak disadari, kita dapat melakukan upaya untuk mengontrolnya secara sengaja, dan bukan mereka yang mengontrol kita.[1]
2.   Psikoterapi Humanistik
Pendekatan Humanistik dimunculkan oleh Carlr Rogers yang menawarkan konsep terapi berpusat pada klien dan berpusat pribadi. Tujuan dari pendekatan Humanistik dalam psikologi klinis yaitu untuk mendukung perkembangan aktualisasi diri pada diri klien dengan membangun hubungan terapeutik tanpa persyaratan yang bernilai dan lebih memotivasi kongruensi. Hal ini mengacu pada perkembangan manusia yang pada dasarnya tumbuh dan sehat secara positif dan bawaan.
3.   Psikoterapi Behavioral
Psikoterapi Behavior merupakan aplikasai klinis prinsip-prinsip perilaku yang memiliki akar teoritis dan eksperimental. Tokoh pertamanya yaitu Ivan Pavlov berasal dari Rusia, dengan teorinya yaitu pengkondisian klasik. Langkah selanjutnya bergerak menuju Amerika dengan dipelopori oleh JB. Watson. Watson mengembangkan teori Pavlov, yang saat ini dikenal dengan teori stimulus-respon. Setelan Pavlov dan Watson mengembangkan teorinya, berjalan menuju teori yang kedua yaitu pengondisian Instrumental dengan tokoh utamanya yaitu Edward Lee Thorndike dan B.F Skinner. Teori Instrumental lebih menekankan pada hukum efek yang mempengaruhi perilaku.
Tujuan terapi behavior adalah penekanannya dalam empirisme. Teori-teori yang menangani masalah perilaku tentu melibatkan hipotesis, pengumpulan data yang dapat diuji kebenarannya. Terapis harus mengumpulkan data empiris tentang klien, sehingga dengan metode ilmiah, maka teori behavior menepati sebagai disiplin ilmu dalam bidang kajian psikologi.
Selain itu, teori behavior mendefinisikan masalah secara behavioral. Penyelesaian permasalahan klinis, selalu dilakukan dengan menganalisa tentang semua perilaku yang dialami klien. Jadi, gejala-gejala yang tampak pada diri klien menjadi acuan utama untuk melakukan proses diagnosis.
Mengukur perubahan yang dapat diamati sebagai tujuan selanjutnya. Terapis lebih focus pada demonstrasi perubahan yang tampak diluar individu. Jadi, keadaan yang terjadi diluar individu juga menjadi focus dalam proses assessment dan diagnosis.[2]
4. Psikoterapi Kognitif
Psikoterapi kognitif merepresentasikan sebuah reaksi terhadap pendekatan perilaku dan pendekatan psikodinamik. Tokoh dalam terapi ini yaitu Aaron Beck dan Albert Ellis, dengan teorinya yang tidak menekankan pada masa lalu, akan tetapi lebih pada gejala-gejala yang terjadi pada diri klien masa kini.[3]
Tujuan dari terapi kognitif yaitu, berfikir logis. Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingah laku adalah proses mental, dimana individu aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi.[4]
5. Psikoterapi Kelompok dan Keluarga
Terapi kelompok lebih menekankan interaksi interpersonal. Klien membentuk hubungan bukan hanya pada terapis saja, akan tetapi juga dengan orang-orang yang ada di dalam ruang terapi. Klien dapat melakukan interaksi membentuk hubungan yang baik, dan merasakan komukasi yang sesuai. Tokoh yang terkemuka yaitu Irvin Yalom dalam pendekatan interpersonal terapi kelompok. Menurut Yalom, gangguan seorang individu adalah produk sampingan dari cara individu berhubungan dengan orang lain yang salah. Jadi, jika masalahnya  terletak pada hubungan interpersonal individu, maka maka vokus utama terapi adalah memperkuat keterampilan hubungan interpersonal.[5]
B. Konsep Teori-Teori Kepribadian dan Psikologi Klinis
1.   Konsep Psikoterapi Psikodinamik
Ada 5 macam terapi dalam psikoanalisa yaitu: (1) Analisis mimpi, (2) interpretasi, (3) analisis mimpi, (4) analisis resistensi dan (5) analisis transferensi (pemindahan).
a)       Asosiasi Bebas
Teknik pokok dalam terapi psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Cara yang tepat adalah klien mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor. Asosiasi bebas adalah salah satu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lalu. Hal ini dikenal sebagai katarisis. Sebagai suatu cara membantu klien memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri, terapis menafsirkan makna-makna yang menjadi kunci dari asosiasi bebas. Selama asosiasi bebas tugas terapis adalah untuk menidentifikasi hal-hal yang tertekan dan terkunci dalam ketidaksadaran.
b) Interpretasi
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis   asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajarkan klien tentang makna perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan teraupetik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan hala-hal yang tersembunyi. Ada tiga hal yang harus di perhatikan dalam interpretasi sebagai teknik terapi. Pertama, interpretasi hendaknya disajikan pada saat gelaja yang diinterpretasikan berhubungan erat dengan hal-hal yang disadari klien. Kedua, interpretasi hendaknya selalu dimulai dari permukaan dan baru menuju ke hal-hal yang dalam dan dapat dialami. Oleh situasi emosional klien. Ketiga, memetapkan resistensi pertahanan sebelum menginterpretasikan emosi atau konflik.
c.  Analisis Mimpi
Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membatu klien untuk memperoleh penjelasan kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur pertahanan menjadi lemah dan perasaan-perasaan yang tertekan menjadi muncul ke permukaan. Freud melihat bahwa mimpi sebagai “royal to the uncouncious”, dimana dalam mimpi semua keinginan, kebutuhan,dan ketakutan yang tidak disadari diekspresikan.
Freud berteori bahwa, pada saat kita tidur, pikiran kita mengubah isi laten (pikiran dan perasaan mentah dalam ketidaksadaran), menjadi isi manifest (alur mimpi sebenarnya seperti yang kita ingat). Proses ini yang disebut kerja mimpi, yang menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan keinginan, yang dapat menghasilkan keinginan tak sadar yang muncul dalam keadaan terdistorsi atau tersamar.[6]
d. Analisis dan Interpretasi Resistensi
Resistensi sebagai suatu konsep fundamental praktek-praktek psikoanalisa yang bekerja melawan kemajuan terapi dan mencegah klien untuk menampilkan hal-hal yang tidak disadari. Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Resistensi bukan sesuatu yang harus diatasi karena hal itu merupakan gambaran pendekatan pertahanan klien dalam kehidupan sehari-hari. Resistensi harus diakui sebagai alat pertahanan menghadapi kecemasan.
e.  Analisis dan Interpretasi dan Transperensi
Seperti halnya resistensi, transperensi (pemindahan) terletak dalam arti terapi psikoanalisa dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dilakukan kepada ibunya atau ayahnya. Kini, dalam hubungan dengan konselor klien mengalami kembali perasaan penolakan permusuhan yang pernah dialami terhadap orang tuanya.[7]
2.   Konsep Psikoterapi Humanistik
Konsep Humanistik dalam implikasi klinis sangat memperhatikan tentang kemampuan aktualisasi pada diri klien, klien begitu membutuhkan perhatian positif dari orang-orang disekitarnya. Sehingga hubungan antar individu yang hangat, adanya cinta dan kasih sayang, dan penerimaan terhadap orang-orang disekitarnya sangat membantu proses terapi.
Diri real dan diri ideal dapat berjalan senada atau bahkan seimbang. Jika antara diri yang real dengan diri ideal itu tidak sesuai, maka terjadi inkongruensi. Sebaliknya, kongruensi antara jati diri real dan jati diri yang ideal maka terjadi penerimaan tanpa syarat dari diri seseorang. Hal itu individu bebas berkembang dan tumbuh menurut kecenderungan aktualisasi dirinya sendiri.
Beberapa unsur-unsur psikoterapi humanistic untuk kelancaran proses terapi memerlukan tiga kondisi terapeutik secara esensial. Terapis dapat berempati kepada klien jika terapis mampu merasakan emosi-emosi klien. Empati melibatkan pemahaman yang mendalam dan tidak menghakimi pengalaman klien, sementara menahan nilai-nilai dan sudut pandang terapis
Selain empati, penerimaan positif tanpa syarat dan ketulusan dapat memfasilitasi tingkat kongruensi dan aktualisasi diri yang tinggi. [8] Terdapat tiga pendekatan dalam terapi humanistic,
1.   Terapi berbasis klien dari Rogers, merupakan tehnik kenseling yang focus utamanya adalah untuk memberikan perhatian dan membantu klien untuk menetapkan dan memutuskan tujuan terapi. Konseling dalam terapi ini lebih menitik beratkan pada sikap seorang terapis untuk membantu klien dibandingkan pengetahuan dan penguasaan tehniknya.
2.   Logoterapi, merupakan bentuk terapi eksistensialisme dalam tehniknya mendorong klien untuk menemukan arti dalam suatu hal atau suatu peristiwa yang sepertinya tidak memiliki makna. Penekanan logoterapi tidak hanya melihat peristiwa yang terjadi dimasa lampau semata, tetapi ledih menitikberatkan pada peristiwa saat ini dan bagaimana melihat masa depan.
3.   Terapi Gestalt yang lebih mengfokuskan pada pengalaman saat ini dan kesadaran yang segera terhadap emosi dan tindakan. Terapi Gestalt memiliki konsep bahwa individu harus mengembangkan kesadaran tidak hanya mengenai diri mereka sendiri tetapi juga cara dimana mereka menolak diri mereka sendiri.[9]
3.   Konsep Psikoterapi Behavioral
Konsep dasar dari teori behavior sangat sederhana, yakni bahwa semua tingkah laku dapat dikontrol oleh  konsekuensi (dampak yang mengikuti) tingkah laku itu. Tingkah laku dapat diubah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, hal itu dapat dilakukan dengan srategi yaitu kondisioning klasik dan kondisioning operan.
a)       Kondisioning klasik (Classical Conditioning)
Disebut juga dengan kondisioning responden karena dalam tingkah laku ini dipelajari dengan memanfaatkan hubungan stimulus-respon yang bersifat reflex bawaan. Yang mana penelitian mengenai kondisioning klasik ini pertama-tama dilakukan oleh Ivan Pavolov. Yaitu suatu stimulus yang memunculkan respon tertentu yang dioperasikan berpasangan dengan stimulus lain pada saat yang sama untuk memunculkan respon refleks. Stimulus lain itu dikondisikan agar memunculkan respon refleks yang dimaksud. Pavlov melakukan penelitiannya dengan anjing sebagai obyek.
Terapi yang digunakan dalam klinis misalnya dengan terapi paparan, diajarkan relaksasi pada klien, dan latihan penegasan dari terapis langsung tentang apa saja yang harus diucapkan dan dilakukan.
b)      Kondisioning (Operant Conditioning)
Reinforser tidak diasosiasikan dengan stimulus yang terkondisikan, tetapi diasosiasikan dengan respon karena respon itu sendiri beroprasi memberi reinforsemen. Skinner menyebut itu sebagai tingkah laku operan (Operant Behavior).
Tingkah laku responden adalah tingkah laku otopmatis atau refleks, yang dalam kondisioning klasik respon itu diusahakan dapat memunculkan dalam situasi yang lain dengan situasi aslinya. Tingkah laku operan mungkin belum pernah dimiliki individu, tetapi ketika orang melakukannya dia mendapat hadiah.
4.   Konsep Psikoterapi Kognitif
Pendekatan kognitif menegaskan tentang kekuatan kognisi yang memengaruhi perasaan. Jadi suasana perasaan dipengaruhi oleh intrepetasi terhadap suatu kejadian. Jika kognisi menginterpretasikan kejadian secara negative maka kemungkinan besar membawa seseorang pada keadaan depresi dan kecemasan. Untuk itu diperlukan untuk merevisi kognisi untuk memastikan bahwa pikiran-pikiran seseorang tentang kejadian berkorespondensi secara secara rasional dan logis. Beberapa langkah untuk merevisi kognisi yaitu pertama-tama keadaan pikiran yang tidak logis diidentifikasi, kemudian ditantang dan diganti dengan fikiran logis. Tanggung jawab terapis kognitif adalah membantu klien untuk mengidentifikasi pikiran-pikiran otomatis yang tidak logis atau tidak rasional. Terapis hanya memimpin disesi awal, dan pada sesi selanjutnya klien menemukan sendiri pikiran-pikiran rasionalnya.
Terapi bisa disebut sebagai pengajar bagi klien, karena terapis mengajarkan kepada klien agar dapat menggunakan pelajaran yang mereka dapat dari pengalamanya. Klien akhirnya tidak terus bergantung pada terapis akan tetapi dapat mengajari dirinya sendiri. Cara lain untuk memeriksa pikiran tidak logis bagi klien adalah klien diberikan pekerjaan-pekerjaan tertentu sebelum pertemuan kegiatan terapi. Klien juga harus mencatat peristiwa, perasaan kognisi dan usaha untuk merevisi kognisinya. Dalam kegiatan terapi, klien dapat berdiskusi dengan terapis tentang semua kegiatan yang dilakukannya. Pendekatan yang dilakukan terapis berlangsung cepat, terstruktur dan terfokus. Proses terapi biasanya berlangsung selama 15 pertemuan. Bahkan, semakin kondisi klien membaik, maka pertemuannya semakin jarang dilakukan.
Dua model pendekatan dalam terapi kognitif yaitu pendekatan Albert Ellis dan Aaron Beck. Model yang dilakukan Ellis dengan model ABCDE, pendekatan yang dilakukan disebut sebagai Rational Emotif Behavior Therapy. Prinsip dari terapi ini yaitu gangguan psikologis dan emosional berasal dari pikiran-pikiran irasional. Terutama ketidakbahagiaan emosional tidak akan terjadi jika seseorang dapat meminimalisir pikiran irasional dan nemaksimalkan pikiran rasional.
Model pendekatan yang kedua dilakukan oleh Aaron Beck dengan menemukan beberpa distorsi-distorsi pikiran yang terjadi pada diri klien. Proses terapi dari Beck dengan membuat kolom-kolom halaman tertulis untuk mengetahui rekaman pikiran disfungsional klien. Selain itu, bagaiman klien mengorganisasi pengalam-pengalamannya berkorespondensi dengan teori Ellis dalam format ABCDE.
Beberapa aplikasi terkini dalam beberapa terapi kognitif yaitu
                (a)    Terapi gelombang ketiga: (terapi berbasis perhatian dan penerimaan)
                (b)    Terapi penerimaan dan komitmen
                (c)    Terapi prilaku dialektis
                (d)    Terapi metakognitif
                (e)    Terapi kognitif untuk masalah medis[10]
5.   Konsep Psikoterapi Kelompok dan Keluarga
Terapi kelompok lebih menekankan pada hubungan interpersonal. Hal ini dilandaskan pada pengalaman yang dimiliki seseorang dihasilkan dari hubungan antarpersonal seseorang. Faktor-faktor dalam terapeutik kelompok yaitu
1.   Universalitas, merupakan keadaan dimana dalam sebuah kelompok tersebut terdapat beberapa orang yang memiliki permasalahan, gejala dan diagnosis yang sama. Hal itu dapat memberikan perasaan pda klien bahwa bahwa mereka tidak sendirian, suatu hal yang membedakan dengan terapi individual.
2.   Kohesivitas kelompok, merupakan perasaan saling terhubung antar anggota kelompok. Hal ini dapat menumbuhkan rasa kehangatan, kepercayaan, penerimaan, dan rasa saling memiliki dan nilai antar para anggota kelompok.
3.   Pembelajaran interpersonal, dalam erapi kelompok, seseorang akan berusaha untuk belajar berhubungan, menjalin komusikasi yang baik. Dalam proses terapi, mereka akan menyadari hal apa yang kurang baik pada dirinya. Selain itu, klien juga akan menerima umpan balik secara langsung atas sikap yang dimunculkan ketika melakukan terapi kelompok.
Terapi keluarga dilakukan secara menyeluruh antar anggota keluarga unuk bekerjasama dengan terapis dalam hal memperbaiki interaksi-interaksi yang mereka rasa kurang nyaman dan secara tidak langsung keadaan kesehatan mental juga akan membaik.
Langkah awal dilakukan dengan melakukan assesmen terhadap fungsi keluarga. Praktik-praktik assesmen bervariasi, sesuai dengan pendekatan yang digunakan, seperti halnya focus pada masalah yang dihadapi, memahami keyakinan para anggota keluarga tentang peyebab-penyebabnya, dan mengapresiasi hubungan-hubungan didalam keluarga (Griffin, 2002).
Proses assesmen adalah mengapresiasi tahap perkembangan keluarga saat ini. Teori yang paling dikenal adalah teori siklus kehidupan keluarga. Dalam konsep esensial klasik dalam terapi keluarga, Griffin (2002) membagi menjadi tiga gaya dalam terapi, yaitu gaya ahistoris, menekankan fungsi saat ini dan kurang menekankan riwayat keluarga. Gaya historis, menekankan riwayat keluarga sehingga durasi begitu panjang. Gaya eksperensial, yang menekankan pertumbuhan personal dan pengalaman emosional didalam dan diluar sesi[11]
C. Penerapan Teori-Teori Kepribadian dalam Penanganan Klinis
Denise seorang klie fiktif yang ditelaah dari banyak perspektif. Denise adalah seorang wanita berusia 30 tahun, lajang dan heteroseksueal yang menjalani seluruh hidupnya dikota besar, di wilayah Barat Tengah (Midwest), ia tak memiliki riwayat penyakit dan cedera signifikan, secara umum kesehatannya baik. Denise tumbuh sebagai anak kelima dari enam bersaudara. Sekarang dia bekerja disebuah restoran sebagai seorang koki. Semenjak pemilik baru restoran itu menjabat, dan memberikan aturan baru direstoran tersebut Denise perasaan Denise terhadap pekerjaan berubah drastis. Denise mengalami gejala-gejala depresi ringan sampai menengah, termasuk kesedihan, kehilangan minat dengan kegiatan sehari-hari, kurang berenergi, sulit tidur dan sulit berkonsentrasi. Denise mengalami kesulitan untuk berangkat kerja tepat waktu, menghidangkan makanan tepat waktu, jarang berolah raga. Dia merasa pejabat baru itu membuat kebijakan baru untuk menyakitinya. Denise semakin hawatir akan hilang pekerjaannya.
Kasus dalam kehidupan Denise tersebut merupakan masalah psikologis yang dapat ditelaah dengan terapi-terapi berikut ini:
1.   Psikoterapi Psikodinamik
Denise mengikuti 50 sesi selama satu tahun. Berdasarkan permintaan terapis, ia memberikan latar belakang kehidupan masa kanak-kanaknya, termasuk fakta bahwa dia anak kelima dari enam bersaudara. Karena faktor-faktor ini, dia kurang mendapat perhatian dari keluarganya. Kejadian yang berada dalam pekerjaannya membuatnya depresi. Untuk itu, hipotesis yang saya ambil berdasar konseptual awal terapis yaitu:
                (a)    Denise menghadapi isu-isu emosional terhadap perkembangan falik, dia  mungkin terfiksasi secara parsial pada tahap tersebut.
                (b)    Denise sedang bergulat dengan impuls kemarahan yang tidak dapat diterima terhadap pemilik restoranyang baru dan menggunakan berbagai defens mechanism, yang paling jelas adalah proyeksi untuk mengatasinya.
                (c)    Kemarahan tak sadar Denise terhadap si pemilik restoran baru begitu tampak melalui keterlambatan dan kerja lambatnya.
Dalam proses terapi, hubungan antara terapis dan klien terdapat tranferensi dan resistensi. Mengenai resistensi, Denise mengubah subjek pembicaraan dengan tidak pintar. Tentang transperensi, Denise sering tampak berasumsi bahwa terapis berpikir Denise tidak layak mendapat perhatian saya, dan faktanya ia menyebutkan tentang itu dibanyak kesempatan. Ia juga sering mencari pujian dari terapis, kadang-kadang secara langsung meminta umpan balik terapis setelah mendeskripsikan sesuatu yang selesai dideskripsikannya.
Niat utama dibalik intervensi terapis adalah untuk membuat Denise menyadari tentang proses taksadarnya. Diberbagai kesempatan, terapis menawarkan interpretasi tentang tindakannya. Terapis mengatakan bahwa mungkin Deniselah yang memiliki perasaan buruk terhadap pemilik restoran. Terapis juga menunjukkan kecenderungan tak-sadar (tranferensi) yang dibawanya dalam berhubungan dengan terapis. Perlahan-lahan dengan percakapan secara terus-menerus dismua bidang, Denise mampu mencapai pemahaman signifikan tentang proses taksadarnya. Dengan melakukannya, dia mampu melihat orang lain secara lebih realistic dan mengontrol motivasinya secara lebih disengaja, dan gejala-gejala depresifnya akhirnya terangakat.

BAB II
Penutup
A. Kesimpulan
Teori-teori kepribadian sangat membantu kinerja psikolog klinis. Psikolog dapat mengetahui bagaimana gangguan itu terjadi, makna dari gangguan itu sendiri dan mencarikan jalan untuk menyembuhkan gangguan tersebut. Pada diri seseorang yang mengalami gangguan jiwa dapat diketahui aspek-aspek kepribadian mana yang masih stabil melalui teori-teori kepribadian.
Terdapat lima psikoterapi yang mengacu pada teori-teori kepribadian dan psikologi klinis, yaitu psikoterapi psikodinamik, humanistic, behavioristic, kognitif, dan psikoterapi kelompok dan keluarga.
Dalam psikoterapi psikodinamik, menekankan pada pengalaman-pengalaman klien, dan menggunakan proses-proses yang tidak disadarI. Dalam psiodinamik, klien menyadarkan klien untuk memahami hal yang tidak disadarinya menjadi hal yang disadari.
Psikoterapi humanistic berpacu pada terapi yang berpusat pada klien, sehingga dibutuhkan rasa empati dari seorang terapis kepada klien. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya pada diri klien terhadap terapis. Jika saling percaya sudah dimiliki oleh kliem, maka klien dapat bercerita dengan nyaman dan leluasa kepada terapis.
Psikioterapi behavioristic, memandang pada gangguan yng terjadi dari diri klien dilihat dari gejala-gejala yang tampak dari diri klien. Dalam proses terapi, terapis yang mengondisikan bagaiman perilaku yang harus dilakukan klien. Terdapat dua terapi, yaitu kondioning klasik dan kondisioning operant.
Psikoterapi kognitif merupakan terapi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengajarkan klien agar dapat berfikir logis dan realistik. Klien lebih ditekankan untuk mengulas tentang masa sekarang daripada masa yang lalu, seperti pengalaman-pengalaman yang pernah dialami klien.
Sedangkan psikoterapi kelompok dan keluarga merupakan gabungan dari beberapa teori-teori kepribadian. Tergantung metode yang dipakai terapis dalam mengatasi masalah yang sesuai dengan klien. Terdapat metode yang mengunakan psikodinamik, behavioristic, humanistik, ataupun kognitif.
B. Saran
Seorang terapis harus memahami teori-teori kepribadian sebelum melakukan penanganan klinis. Karena, terapis nantinya juga harus memilih teori mana yang tepat untuk permasalahan yang sedang dialami klien. Semoga bagi pembaca dapat memberikan masukan untuk kesempurnaan dari makalah ini. Khususnya mahasiswa tasawuf psikoterapi agar mampu mengaplikasikan teori-teori kepribadian dan psikologi klinis dalam terapi. Makalh ini sebagian kecil pengetahuan yang dapat dijadikan tambahan pengetahuan untuk lebih memahami tentang teori-teori kepribadian dan psikologi klinis sebagai keilmuan terapan yang dapat dimanfaatkan.

DAFTAR PUSTAKA


M.Pomerantz, Andrew, 2013. Psikologi Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
 Lailatul Fitriyah, Mohammad Jauhar2014 Pengantar Psikologi Klinis: Jakarta: Prestasi Pustaka
Andrew M. Pomerantz, 2013 Psikologi Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya Yogyakarta: Pustaka Pelajar
https://ririnyp.wordpress.com/2013/03/14/psikoterapi-terapi-psikoanalisa/





[1] Andrew M. Pomerantz, Psikologi Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) hal. 342-344
[2] Ibid, hal.405-411
[3] Ibid, hal. 439-441
[4] Lailatul Fitriyah, Mohammad Jauhar. Pengantar Psikologi Klinis (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2014) hal.73
[5] Andrew M. Pomerantz, Psikologi Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) hal. 475-477
[6] Ibid, hal 347
[7]  https://ririnyp.wordpress.com/2013/03/14/psikoterapi-terapi-psikoanalisa/

[8] Andrew M. Pomerantz, Psikologi Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) hal. 376-400
[9] Lailatul Fitriyah, Mohammad Jauhar. Pengantar Psikologi Klinis (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2014) hal. 123-124

[10] Andrew M. Pomerantz, Psikologi Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) hal. 460-470
[11] Ibid, Hal. 476-506