STUDI KASUS KLIEN
Contoh kasus di bawah ini merupakan
klien saya yaitu wanita muda yang bernama Duwi. Dia menemui saya di ruang praktek terapi saya. Kesan
pertama saya saat melihat Duwi, saya melihat ada kecemasan dimatanya. Dia tetap
menunduk dihadapan saya walaupun sudah saya coba untuk menyapa sambil berjalan
di ruang konseling. Setelah sampai diruangan, saya mencoba memulai konseling
dengan mendengarkan keluh kesahnya. Ternyata, dia menceritakan masalahnya yang
mengerikan. Di usia muda, Duwi mengalami dilemma besar. Dia mempertimbangkan
untuk meninggalkan suaminya dan merasakan ketegangan terus-menerus saat dia
memikirkan problem itu dibenaknya selama beberapa bulan. Sekarang dia merasa
depresi dan sangat lelah.
DIALOG KONSELING
Dibawah
ini merupakan dialog konseling antara
Ami sebagai Konselor dan Duwi sebagai Konseli:
AMI:”
Duwi, saya lihat kamu agak kurang baik hari ini, “
(feedback atau pemberian umpan balik)
DUWI:”sebenaranya
saya lagi mencemaskan sesuatu”
AMI: “Saya ingin Anda
bersedia menceritakan segala sesuatu mengenai diri Anda dan keadaan Anda serta
apa yang Anda rasakan mengenai diri maupun keadaan Anda.
Bolehkah saya mendengar cerita dari Anda untuk membuat saya
mengenal Anda dengan jauh lebih baik, saya akan merasa senang sekali.”
(Opening,
dengan tujuan konselor ingin mendengar apapun yang dikatakan konseli untuk
mendapatkan masalah inti konseli agar konselor bisa membantunya).
DUWI: “Dari mana Anda
ingin saya memulai bercerita?”
AMI: “Dari manapun Anda mulai, saya pasti menyukainya”
(respons klasik
dari konselor, merupakan komponen dasar dari person-centered therapy)
DU: “Baiklah, saya akan
mulai dari masa kecil saya. Ketika saya masih menjadi gadis kecil, saya sudah
mengalami mata juling sejak usia 7 tahun. Dan saya artikan masa kecil saya
tidak menyenangkan. Tahun-tahun itu saya lalui dengan sangat lama hingga
bertambahnya waktu. Saya tidak pernah punya pacar atau sejenisnya, saya kira
saya pernah punya teman-teman perempuan, tapi setelah mereka pergi dengan anak
laki-laki, saya rasa para anak laki-laki itu melarang mereka pergi denganku.
Aktivitas saya lakukan tanpa teman-teman perempuan saya karena ternyata mereka
lebih memilih untuk menghianati saya. Dan tidak ada anak perempuan seusia saya
di lingkungan tetangga. Saya merasakan hal itu buruk, saya tidak bisa menemukan
apa yang saya inginkan.”
AMI: “Jadi, kamu lebih
memilih menyakiti dirimu dengan tidak memiliki teman, dan apakah saya benar
bahwa Anda merasa letak penyebab dari hal ini adalah mata Anda?”
(penawaran
ajakan lanjutan)
DUWI: “Ya, kelihatannya
mungkin demikian. Tapi di tahun terakhir saya di sekolah, saya memiliki seorang
teman perempuan, tapi dia bukanlah seorang perempuan yang sangat baik, tapi
saya kira ketika dia bersama saya, dia sangat baik. Dan suami saya melarang
saya untuk pergi bersama perempuan itu karena dia tidak menyukainya.”
AMI: “Jadi, Anda merasa,
dia adalah teman perempuan yang Anda sukai, meskipun dia tidak memiliki
reputasi yang cukup bagus, dan suami Anda melarang Anda untuk bersosialisasi
dengannya.”
(Summary parafrase, menyimpulkan pembicaraan)
DUWI:
“Ya,
seperti diri saya. Saya memilih untuk tinggal di rumah sepanjang hari dengannya
yang tidak menginginkan saya pergi dengan teman-teman, dan dia juga tidak ingin
saya pergi sendirian ke beberapa tempat. Saya
pikir, dia ingin mengajak saya pergi pada suatu kesempatan. Saya ingin pergi
dengannya. Lalu, jika kami pergi ke tempat makan atau sejenisnya,
dia makan bersama dengan perempuan lain dan dia tidak pernah makan bareng
dengan
saya.”
AMI:
“Jika
memang dia tidak memberikan perhatian pada Anda, Anda juga bisa melakukan hal
yang sama.”
(Merefleksikan
isi pembicaraan)
DUWI: “Yah, tapi
saya sekarang gak tau lagi harus bagaimana.”
AMI: “Hm…. Hm… (Silence).”
DUWI: “Itulah apa yang
selalu saya katakan, Dan sekarang kondisi rumah saya sepertinya kosong. Suami
saya tidak ingin saya pergi ke beberapa tempat, begitu juga dengan
saudara-saudara suami saya dan mertua saya. Mereka seperti tidak
menyukai saya, yang lebih parahnya lagi, mereka seakan-akan menganggap saya
tidak ada. Saya benar-benar kecewa, saya merasa tidak berharga sama sekali.”
AMI: “Kamu
merasa kecewa, dan sesuatu yang tidak Anda sukai lainnya adalah Anda tidak
menyukai Saudara-saudara suami anda dan juga mertua anda yang
selalu memperlakukan anda kurang baik.”
(Refleksi perasaan dan isi)
DUWI:”Ya, benar. saya
pikir setiap orang dirumah pasti akan menentang apa yang
saya lakukan.
Saya ingin menceritakan permasalahan ini kepada suami saya. Jika suami saya
tetap seperti itu,saya rasa jalan terbaik adalah berpisah.”
AMI:”Oke, jika
demikian, bisa saya simpulkan bahwa Anda ingin mengatakan
penderitaan anda selama ini kepada suami anda dan mengharapkan suami anda
memperbaiki hubungan dengan anda. Dan jika itu semuatidak bisa, anda memutuskan
untuk meninggalkannya?”
(Rangkuman)
Dalam sesi-sesi selanjutnya, konseli akan lebih terbuka pada konselor dengan
perlakuan konselor yang seperti tersebut di atas, karena pada dasarnya,
konseling digunakan untuk menumbuhkan kepercayaan diri konseli mengenai apa
yang akan diceritakannya pada konselor untuk kemudian. Konselor
hanya sebagai fasilitator yang tidak berhak untuk menentukan penyelesaian dari
masalah klien. Tapi, klien sendiri yang berusaha memanfaatkan potensi dirinya
sebagai pribadi yang utuh. Rasa percaya diri pada klien akan muncul seiring
dengan sikap klien dalam mengungkapkan segala permasalanya kepada konselor
tanpa dibuat-buat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar