Senin, 04 Januari 2016

BUDAK NAFSU (AMARAH)

MAKALAH
BUDAK NAFSU
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
ESQ
Dosen Pengampu :
Ahmad Sholihuddin Zuhdi, M.pd


Disusun Oleh:

         Amidana Hikmah  : (2833133005)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI 5-A
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2015
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT karena berkat kelimpahan rahmat serta inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ESQ” ini dengan lancar. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman Jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih, kepada:
1.     Dr. Mafthukin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN)  Tulungagung yang telah memberikan kesempatan untuk kami menimba ilmu di IAIN Tulungagung ini.
2.     Ahmad Sholihuddin Zuhdi, M.pd selaku Dosen Pembimbing matakuliah ESQ  Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang telah memberikan pengarahan sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
3.     Semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan makalah.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan kepada penulis pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.

Tulungagung,16 Oktober 2015

Penulis



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL .......................................................................................  i
KATA PENGANTAR .....................................................................................  ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I      PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang................................................................................ 1      
B.      Rumusan Masalah........................................................................... 1      
C.      Tujuan.............................................................................................. 1

BAB II     PEMBAHASAN
A.        Budak Nafsu, Amarah Membangun Amarah, Anatomi Amarah.... 2      
B.        Upaya Meredam Amarah................................................................ 4
C.        Marah dalam Konsep Psikologi...................................................... 6      

BAB III    PENUTUP
A.      Kesimpulan...................................................................................... 8
B.      Saran................................................................................................ ...... 8

DATAR PUSTAKA......................................................................................... iv








BAB 1
Pendahuluan

A.  Latar Belakang
Marah merupakan keadaan emosi yang tidak stabil. Marah dalam psikologis memiliki dampak yang kurang baik, baik dampak secara psikologis maupun psikis. Kemampuan untuk mengendalikan diri dan kemampuan mengatur kehidupan sangat dibutuhkan dalam kehidupan menusia. Hal ini bertujuan agar tercipta ketenangan dan berkepribadian baik.
Emosi yang muncul bukan untuk ditekan, akan tetapi dikendalikan oleh diri kita. Emosi yang tidak terkendalikan dapat berdampak kurang baik, misalnya amarah yang meluap-luap, menjadi sumber penyakit, depresi berat, cemas yang berlebihan, gangguan emosional yang berlebihan (mania). Akan tetapi, jika emosi itu terlalu ditekan, maka dapat membawa diri pada keadaan kebosanan dan kekecewaan yang mendalam.
Penguasaan diri merupakan faktor yang paling penting untuk mengendalikan amarah. amarah dibangun oleh amarah, dan amarah yang tidak dapat dikendalikan lagi oleh nalar maka dapat berlanjut pada tindak kekerasan. Selain itu, ada beberapa cara untuk mengendalikan amarah, misalnya memahami orang lain, juga melakukan selingan-selingan tertentu untuk mengalihkan memutuskan rangkaian amarah, dan yang lainnya
B.  Rumusan Masalah
1.   Bagaimana penjelasan tentang Budak Nafsu dalam hal anatomi amarah, gelombang amarah dan amarah membangun amarah?
2.   Apa saja upaya peredam amarah?
3.   Bagaimana konsep dalam psikologi tentang Amarah?
C.  Tujuan
1.   Untuk mengetahui penjelasan budak nafsu amarah membangun amarah
2.   Untuk mengetahui upaya peredam amarah
3.   Untuk mengetahui konsep dalam psikologi tentang Amarah.


















BAB II
Pembahasan


1.   Budak Nafsu
a.     Anatomi Amarah
Aristoteles mengatakan bahwa sebenarnya kita hanya boleh marah secara wajar, lebih sering amarah kita muncul tak terkendali. Benjamin Franklin merumuskannya dengan bagus, “ amarah itu tak pernah tanpa alasan, tetapi jarang yang alasannya benar.
Amigdala merupakan sumber utama pemicu penyebab amarah. Ketika amarah itu muncul, maka keadaan emosi menjadi tegang. Misalnya kasus seorang laki-laki pengemudi yang sangat narah, ketika tiba-tiba ada mobil yang mendahuluinya hingga menyerempet mobilnya. Bila pikiran automatis yang muncul dalam pikirannya “brengsek!”, pikiran itu sangat besar pengaruhnya terhadap perjalanan amarah. Apalagi jika diikuti pikiran-pikiran jengkel dan balas dendam. Bahkan, jika tiba-tiba ada mobil dibelakangnya yang membunyikan klakson, maka kemarahan akan bergerak pada pengemudi yang ada dibelakangnya.
Berbeda lagi jika seandainya pengemudi yang tersrempet mobil tadi memikirkan hal lain pada saat amarah itu muncul.  Misalnya, “barangkali dia tidak melihatku,” ataukah mungkin dia lagi menolong orang yang sedang dalam keadaan darurat”. Jadi, alur kemungkinan tersebut sekurang-kurangnya membuat pikiran lebih terbuka dan menggagalkan amarah. Dengan memikirkan segala sesuatu dengan titik pandang yang berbeda akan mengurangi api amarah.

b.     Gelombang Amarah
Pemicu amarah diantaranya yaitu perasaan terancam bahaya, ancaman simbolik terhadap harga diri dan martabat, dicaci-maki dan yang lainnya. Persepsi itulah yang menyebabkan terjadinya lonjakan limbic yang berakibat ganda pada otak. Salah satu bagian lonjakan itu adalah dikeluarkannya zat katekolamin, yang membangkitkan gelombang energy cepat sesaat, cukup untuk melakukan tindakan dahsyat.
Sementara denyutan lain yang ditimbulkan oleh amigdala melalui cabang adrenokorteks dalam sistem syaraf menciptakan suatu latar perkondisian umum agar tubuh siap bertindak yang berlangsung jauh lebih lama daripada lonjakan energy katekolamin. Penggugahan adrenal dan korteks secara menyeluruh ini dapat berlangsung berjam-jam bahkan berhari-hari. Pada umumnya kondisi siap siaga pada adrenokorteks ini menjelaskan mengapa orang menjadi mudah marah apabila mereka telah dirangsang sedikit saja atau diganggu oleh hal lain.
Dalam percobaan Zillman, rekannya ia minta untuk memanas-manasi pria dan wanita sukarelawan dengan melontarkan umpatan-umpatan yang menyakitkan mereka. Setalah itu, sukarelawan tadi diminta untuk menonton film yang menyenangkan atau menyedihkan. Kemudian, mereka diminta untuk memberikan penilaian terhadap rekan Zillman  yang menurut mereka digunakan untuk memegang keputusan apakah mereka nanti bisa dipekerjakan ataukah tidak. Ternyata intensitas balas dendam mereka lebih besar bagi mereka yang menonton film yang menyedihkan.

c.        Amarah Membangun Amarah
Amarah terjadi karena keadaan emosi yang kurang stabil. Apabila antara emosi positif dan negative yang muncul dapat dikelola dengan baik, maka tidak akan menimbulkan amarah. Amarah yang tak terkendali juga disebabkan oleh pembajakan emosi yang dipicu oleh kejadian-kejadian lain.
Studi-studi dalam penelitian Zillman, tentang apa yang dialami seorang ibu rumah tangga yang sedang mengajak anak kecilnya yang masih balita kesupermarket. Tahap awal, ibunya begitu ramah, penuh empati dan lemah lembut. Ketika anaknya mengambil botol susu disupermarket, ibunya mengatakan “kembalikan itu ketempatnya nak!”. Anak kecilnya tidak menghiraukan ucapan ibunya, dia malah merengek, “aku mau itu bu,” sambil memegang botol-botol yang lain. Tahap kedua, suara ibunya agak mengeras, dengan berkata “kembalikan!” amarahnya mulai menguasainya.  Tidak beberapa lama, anak itu menjatuhkan beberapa botol susu dari rak di supermarket hingga berantakan. Kejadian ini memicu amarah yang meluap-luap dari ibunya, sehingga ibunya langsung menarik pinggang anak itu keluar secara paksa. Si anak menangis histeris sambil menghentak-hentakkan kakinya dan memprotes “lepaskan! lepaskan!”
Dari rangkaian kejadian yang dialami ibu tersebut, setiap pikiran dan persepsi yang memicu amarah berikutnya, menjadi pemicu minor terjadinya lonjakan katekolamin yang dibangkitkan oleh amygdala, masing-masing berdasarkan momentum hormon lonjakan-lonjakan sebelumnya. Sehingga ketika ibu itu memaksa anaknya keluar, dia kehilangan pedoman kognitif, dorongan limbiknya meningkat, dan terperangkap dalam respon-respon primitive.[1]

2.     Upaya Meredam Amarah
Setelah mengamati analisis anatomi amarah ini, Zillman melihat ada dua cara untuk mengatasi amarah. Salah satu meredakan  amarah adalah dengan menggunakan dan mengadu pikiran-pikiran yang memicu lonjakan amarah, karena pikiran-pikiran itu merupakan tanggapan asli interaksi yang mempertegas dan mendorong letupan awal amarah dan tanggapan-tanggapan ulang berikutnya yang mengobarkan api amarah tersebut.[2]
Beberapa upaya untuk meredakan amarah, menurut Anthony Dio Martin penulis buku Smart Emotion yaitu
Pertama, pikirkanlah akibat jangka panjang dari kemarahan. Jika secara spontan meluapkan amarah, maka dapat berdampak kurang baik terhadap kehidupan dan masa depan.
Kedua, jangan sampai kemarahan anda merugikan diri dan orang lain, baik kerugian materi, fisik dan psikologis.
Ketiga, lampiaskan dengan hal-hal positif yang mengembangkan potensi kita. Jadi, marah itu menumbuhkan motivasi dan membangkitkan kemauan untuk menjadi lebih baik.
Keempat, kemarahan harus berorientasi pada solusi, bukan hanya melampiaskan kemarahan.[3]
Menurut Gilman, terdapat beberapa pandangan yang keliru mengenai pelampiasan amarah yang menimbulkan katarsis yang terkadang di puji sebagai salah satu cara mengatasi amarah. Teori yang berkembang berbunyi “akan membuat anda merasa lebih enakan”. Tetapi, sebagaimana diisyaratkan dalam temuan-temuan zillman, ada alasan menentang katarsis. Alasan tersebut telah muncul sejak tahun 1950-an, ketika para ahli psikologi menguji efek-efek katarsis dalam percobaan dan berulang kali, menemukan bahwa melampiaskan amarah tak ada atau sedikit sekali hubungannya dengan meredakannya (meskipun, karena sifat amarah yang memikat, tindakan itu terasa memuaskan).
Tice menemukan bahwa melampiaskan amarah merupakan salah satu cara terburuk untuk meredakannya. Ledakan amarah biasanya memompa perangsangan memompa otak emosional, akibatnya orang justru lebih marah, bukannya berkurang. Cerita orang-orang tentang saat-saat mereka melampaiaskan amarahnya kepada orang yang membuatnya marah, Tice menemukan bahwa tindakan itu justru memperpanjang suasana marah bukan menghentikannya yang jauh lebih efektif adalah terlebih dahulu menenangkan diri, dan kemudian dengan  cara yang lebih kontrruktif atau terarah, menghadapi orang yang bersangkutan untuk menyelesaikan perbantahan. Sebagaimana pernah saya dengar dari seorang guru dari Tibet, yang memberi jawaban ketika di Tanya bagaimanakah cara terbaik untuk mengatasi amarah ”jangan menekannya .tetapi,jangan melampiaskannya.”[4]

3.     Marah dalam Konsep Psikologi
      Emosi mulai memasuki 2 struktur bangunan berbentuk almond di dalam otak yang disebut amygdala. Amygdala bertanggung jawab mengidentifikasi ancaman-ancaman, dan mengirimkan peringatan, ketika ancaman teridentifikasi. Amygdala sangat efisien dalam memperingatkan adanya ancaman ini. Sehingga, menyebabkan seseorang mengambil tindakan sebelum ancaman itu sampai ke korteks (bagian otak yang bertanggung jawab untuk berpikir dan menimbang), tanpa mampu mengecek kelayakan reaksi yang terjadi. Dalam kata lain,otak kita punya semacam saluran yang dapat melaksanakan tindakan sebelum konsekuensinya dipertimbangkan secara logis (refleks).
      Ketika seseorang marah, otot-otot tubuh menegang. Di dalam otak, bahan kimia yang berfungsi sebagai neutrontransmitter yang bernama catecholamine dilepas,menyebabkan ledakan energi yang bertahan selama beberapa menit. Pada saat yang bersamaan, detak jantung meningkat, tekanan darah naik, dan demikian juga laju pernapasan. Wajah biasanya kemerah-merahan seiring dengan peningkatan aliran darah menuju anggota badan, sebagai persiapan aksi fisik. Dalam rangkaian yang cepat, tambahan hormon dan neutrontransmitter otak, adrenalin dan noradrenalin dilepaskan, yang akan memicu suatu kondisi rangsangan yang lebih lama.
      Aliran amarah, biasanya terhenti sebelum seseorang menjadi tak terkontrol. Korteks bagian depan menahan emosi sesuai proporsi rangsangan (marah). Amygdala memulai emosi tersebut, sedangkan korteks bagian depan meredakan emosi melalui penilaian. Korteks bagian depan sebelah kiri dapat meredakan amarah tersebut. Bagian itu bertugas menjaga sesuatu menjadi terkontrol.
      Jika marah punya suatu fase persiapan psikologis untuk melampiaskannya secara fisik, dia punya fase “pendinginan” juga. Tubuh mulai rileks menuju posisi normal (sebelum marah), ketika target kemarahan tidak terjangkau atau ada ancaman mendadak.
      Sulit untuk meredakan marah dalam waktu singkat. Adrenalin, pemicu rangsangan yang terjadi selama marah, bertahan dalam waktu yang lama (berjam-jam, terkadang berhari-hari), dan merendahkan batas ambang marah. Hal ini, membuat seseorang lebih mudah marah lagi setelahnya. Biasanya, tubuh membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali dalam kondisi tenang. Selama periode penenangan ini, orang yang tadinya marah, lebih rentan untuk marah lagi jika menanggapi sedikit gangguan saja.[5]















BAB II
Penutup

A. Kesimpulan
      Seseorang dapat dikatakan menjadi budak nafsu, jika dia tidak dapat mengendalikan amarah yang muncul dalam dirinya. Ketika amarah itu muncul, orang itu tidak dapat mengontrolnya dan cenderung dilampiaskan terhadap hal-hal lain. amarah. Pemicu amarah diantaranya yaitu perasaan terancam bahaya, ancaman simbolik terhadap harga diri dan martabat, dicaci-maki dan yang lainnya.
      Amarah membangun amarah, karena setiap pikiran dan persepsi yang memicu amarah berikutnya, menjadi pemicu minor terjadinya lonjakan katekolamin yang dibangkitkan oleh amygdala, masing-masing berdasarkan momentum hormon lonjakan-lonjakan sebelumnya.
      Zillman melihat ada dua cara untuk mengatasi amarah. Salah satu meredakan  amarah adalah dengan menggunakan dan mengadu pikiran-pikiran yang memicu lonjakan amarah, karena pikiran-pikiran itu merupakan tanggapan asli interaksi yang mempertegas dan mendorong letupan awal amarah dan tanggapan-tanggapan ulang berikutnya yang mengobarkan api amarah tersebut.
B. Saran
       Amarah merupakan keadaan emosi yang kurang stabil. pemahaman diri menjadi hal yang utama untuk mengendalikan amarah. Amarah sebaiknya tidak terlalu ditekan, karena dapat memberikan perasaan kurang nyaman terhadap diri. Akan tatapi, amarah juga sebaiknya tidak dilampiaskan, karena jika amarah itu menjadi terlalu extream, maka menjadi sumber penyakit, seperti depresi berat, cemas berlebihan, dan amarah yang meluap-luap.



DAFTAR PUSTAKA


Goelmen, Daniel, 1996. Alih Bahasa, T Hermaya, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional, Mengapa El Lebih Penting daripada IQ), Yogyakarta: Gramedia

Dion Martin, Anthony, 2007. Smart Emotion . Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama

https://jmabuka.wordpress.com/2009/04/26/bagaimana-marah-bisa-terjadi/







[1] Daniel Goleman, Alih Bahasa, T Hermaya, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional, Mengapa El Lebih Penting daripada IQ) (Yogyakarta: Gramedia, 1996) hal, 77-84
[2] Ibid, hal 86
[3] Anthony Dion Martin, Smart Emotion (Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama, 2007) hal. 91-94
[4] Daniel Goleman, Alih Bahasa, T Hermaya, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional, Mengapa El Lebih Penting daripada IQ) (Yogyakarta: Gramedia, 1996) hal, 85-87
[5] https://jmabuka.wordpress.com/2009/04/26/bagaimana-marah-bisa-terjadi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar