Kamis, 14 Mei 2015

Contoh Dialog Person Center Therapy/Konseling dan Psikoterapi

STUDI KASUS KLIEN
Contoh kasus di bawah ini merupakan klien saya yaitu wanita muda yang bernama Duwi. Dia menemui  saya di ruang praktek terapi saya. Kesan pertama saya saat melihat Duwi, saya melihat ada kecemasan dimatanya. Dia tetap menunduk dihadapan saya walaupun sudah saya coba untuk menyapa sambil berjalan di ruang konseling. Setelah sampai diruangan, saya mencoba memulai konseling dengan mendengarkan keluh kesahnya. Ternyata, dia menceritakan masalahnya yang mengerikan. Di usia muda, Duwi mengalami dilemma besar. Dia mempertimbangkan untuk meninggalkan suaminya dan merasakan ketegangan terus-menerus saat dia memikirkan problem itu dibenaknya selama beberapa bulan. Sekarang dia merasa depresi dan sangat lelah.
DIALOG KONSELING
Dibawah ini merupakan dialog  konseling antara Ami sebagai Konselor dan Duwi sebagai Konseli:
AMI:” Duwi, saya lihat kamu agak kurang baik hari ini, “
(feedback atau pemberian umpan balik)
DUWI:”sebenaranya saya lagi mencemaskan sesuatu”
AMISaya ingin Anda bersedia menceritakan segala sesuatu mengenai diri Anda dan keadaan Anda serta apa yang Anda rasakan mengenai diri maupun keadaan Anda. Bolehkah saya mendengar cerita dari Anda untuk membuat saya mengenal Anda dengan jauh lebih baik, saya akan merasa senang sekali.”
(Opening, dengan tujuan konselor ingin mendengar apapun yang dikatakan konseli untuk mendapatkan masalah inti konseli agar konselor bisa membantunya).
DUWI: “Dari mana Anda ingin saya memulai bercerita?
AMI: Dari manapun Anda mulai, saya pasti menyukainya
(respons klasik dari konselor, merupakan komponen dasar dari person-centered therapy)
DU: “Baiklah, saya akan mulai dari masa kecil saya. Ketika saya masih menjadi gadis kecil, saya sudah mengalami mata juling sejak usia 7 tahun. Dan saya artikan masa kecil saya tidak menyenangkan. Tahun-tahun itu saya lalui dengan sangat lama hingga bertambahnya waktu. Saya tidak pernah punya pacar atau sejenisnya, saya kira saya pernah punya teman-teman perempuan, tapi setelah mereka pergi dengan anak laki-laki, saya rasa para anak laki-laki itu melarang mereka pergi denganku. Aktivitas saya lakukan tanpa teman-teman perempuan saya karena ternyata mereka lebih memilih untuk menghianati saya. Dan tidak ada anak perempuan seusia saya di lingkungan tetangga. Saya merasakan hal itu buruk, saya tidak bisa menemukan apa yang saya inginkan.
AMI:Jadi, kamu lebih memilih menyakiti dirimu dengan tidak memiliki teman, dan apakah saya benar bahwa Anda merasa letak penyebab dari hal ini adalah mata Anda?
(penawaran ajakan lanjutan)
DUWI:Ya, kelihatannya mungkin demikian. Tapi di tahun terakhir saya di sekolah, saya memiliki seorang teman perempuan, tapi dia bukanlah seorang perempuan yang sangat baik, tapi saya kira ketika dia bersama saya, dia sangat baik. Dan suami saya melarang saya untuk pergi bersama perempuan itu karena dia tidak menyukainya.
AMI:Jadi, Anda merasa, dia adalah teman perempuan yang Anda sukai, meskipun dia tidak memiliki reputasi yang cukup bagus, dan suami Anda melarang Anda untuk bersosialisasi dengannya.”
(Summary parafrase, menyimpulkan pembicaraan)
DUWI: “Ya, seperti diri saya. Saya memilih untuk tinggal di rumah sepanjang hari dengannya yang tidak menginginkan saya pergi dengan teman-teman, dan dia juga tidak ingin saya pergi sendirian ke beberapa tempat. Saya pikir, dia ingin mengajak saya pergi pada suatu kesempatan. Saya ingin pergi dengannya. Lalu, jika kami pergi ke tempat makan atau sejenisnya, dia makan bersama dengan perempuan lain dan dia tidak pernah makan bareng dengan saya.
AMI: “Jika memang dia tidak memberikan perhatian pada Anda, Anda juga bisa melakukan hal yang sama.
(Merefleksikan isi pembicaraan)
DUWI:Yah, tapi saya sekarang gak tau lagi harus bagaimana.
AMI:Hm…. Hm… (Silence).”
DUWI:Itulah apa yang selalu saya katakan, Dan sekarang kondisi rumah saya sepertinya kosong. Suami saya tidak ingin saya pergi ke beberapa tempat, begitu juga dengan saudara-saudara suami saya dan mertua saya. Mereka seperti tidak menyukai saya, yang lebih parahnya lagi, mereka seakan-akan menganggap saya tidak ada. Saya benar-benar kecewa, saya merasa tidak berharga sama sekali.”
AMI: “Kamu merasa kecewa, dan sesuatu yang tidak Anda sukai lainnya adalah Anda tidak menyukai Saudara-saudara suami anda dan juga mertua anda yang selalu memperlakukan anda kurang baik.”
(Refleksi perasaan dan isi)
DUWI:”Ya, benar. saya pikir setiap orang dirumah pasti akan menentang apa yang saya lakukan. Saya ingin menceritakan permasalahan ini kepada suami saya. Jika suami saya tetap seperti itu,saya rasa jalan terbaik adalah berpisah.”
AMI:”Oke, jika demikian, bisa saya simpulkan bahwa Anda ingin mengatakan penderitaan anda selama ini kepada suami anda dan mengharapkan suami anda memperbaiki hubungan dengan anda. Dan jika itu semuatidak bisa, anda memutuskan untuk meninggalkannya?”
(Rangkuman)
            Dalam sesi-sesi selanjutnya, konseli akan lebih terbuka pada konselor dengan perlakuan konselor yang seperti tersebut di atas, karena pada dasarnya, konseling digunakan untuk menumbuhkan kepercayaan diri konseli mengenai apa yang akan diceritakannya pada konselor untuk kemudian. Konselor hanya sebagai fasilitator yang tidak berhak untuk menentukan penyelesaian dari masalah klien. Tapi, klien sendiri yang berusaha memanfaatkan potensi dirinya sebagai pribadi yang utuh. Rasa percaya diri pada klien akan muncul seiring dengan sikap klien dalam mengungkapkan segala permasalanya kepada konselor tanpa dibuat-buat.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar